Interaktif News – DPRD Provinsi Bengkulu kembali menggelar rapat paripurna bersama Pemprov Bengkulu dengan agenda penyampaian pandangan fraksi-fraksi atas Rancangan Perubahan Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Selasa, (10/06/25).

Diantara masalah yang paling disorot dari perda tersebut adalah tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang tercantum dalam Pasal 6 dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) pada Pasal 13. Kedua pasal inilah yang selama ini memicu kenaikan saat masyarakat membayar pajak mobil dan motor.

Fraksi Nurani Pembangunan (Hanura dan PPP) DPRD Provinsi Bengkulu yang diwakili Usin Abdisyah Putra Sembiring mengusulkan perubahan tarif PKB dari 1,2 persen menjadi 0,5 persen dan BBNKB dari 12 persen menjadi 5 persen.

“Presentase opsen pajak itu kan dihitung 66 persen dari PKB dan BBNK, kalau PKB kita tinggi otomatis saat kita bayar pajak itu naik. Inilah yang selama ini dikeluhkan masyarakat. Nah titik masalahnya itu ada di tarif PKB 1,2 persen dan BBNKB 12 persen. Ini yang kita usulkan untuk turun jadi 0,5 persen dan 5 persen” kata Usin.

Selain itu Fraksi Nurani Pembangunan juga mengusulkan perubahan tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) dari 10 persen menjadi 5 persen. Tarif ini juga yang selama ini memicu harga BBM di Bengkulu tinggi.

“Itu usulan kami dengan pertimbangan untuk membantu rakyat. Dampak pemberlakuan opsen pajak ini kan bukan hanya soal kenaikan pajak kendaraan saja tapi berimbas juga pada sektor lain. Perekonomian masyarakat kita saat ini tengah sulit ditambah lagi dengan beban pajak. Intinya kami sepakat ini diubah” kata Usin.

Namun sambung Usin, usulan Fraksi Nurani Pembangunan tetap memperhatikan keseimbangan fiskal agar APBD tidak defisit. Untuk itu Pemprov Bengkulu harus memaksimalkan dan menyimbangkan pendapatan daerah dari sektor lain seperti retribusi dan melakukan evaluasi pengajuan anggaran ke pemerintah pusat.

“Pembiayaan pembangunan tidak boleh hanya bergantung pada angka perolehan pajak daerah. Kita harus memaksimalkan perolehan lain seperti retribusi. Kita juga harus evaluasi pengajuan anggaran ke pemerintah pusat baik itu DAU, DAK Tugas Pembantuan. Ini yang harus kita seimbangkan sehingga sumber pendapatan tidak berat sebelah” kata Usin.

Menurut Usin, angka presentase yang diusulkan Fraksi Nurani Pembangunan sudah dirasionalisasi berdasarkan kondisi perekonomian Provinsi Bengkulu serta pertimbangan tas aspirasi masyarakat yang mengeluhkan kenaikan saat membayar pajak. Termasuk memperhatikan atensi mahasiswa dan OKP yang berkali-kali menggelar aksi demonstrasi di Kantor Gubernur dan DPRD.

“Itu kan saya juga dituding ikutan demo padahal bukan begitu ceritanya. Justu saya dan teman-teman dewan diseret mahasiswa untuk sama-sama bertemu dengan perwakilan Pemprov Bengkulu di depan kantor gubernur. Mahasiswa minta pandangan dari kami sekaligus dengan gubernur biar masalahnya tuntas. Jadi salah besar kalau menuduh saya ikutan demo” kata Usin.

Usin turut menegaskan bahwa perubahan Perda nantinya adalah hasil kesepakatan bersama antara gubernur dan DPRD, bukan keputusan sepihak. Ia pun meminta agar seluruh pembahasan perda dilakukan melalui mekanisme formal yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

“Kami mengingatkan agar proses pembahasan perda tidak dilakukan lewat jalur informal atau media sosial, yang justru dapat melemahkan tata kelola pemerintahan daerah. Kalau ini terus dilakukan justru akan memicu kegaduhan sehingga mengganggu stabilitas pembangunan” ujarnya

Reporter: Iman SP Noya