Interaktif News – Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Muhammadiyah Bengkulu mengapresiasi langkah cepat dan tegas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu dalam mengungkap kasus tambang batu bara ilegal yang menyeret nama Bebby Hudsy Cs

Wakil Ketua LHKP Bengkulu, Herwan Saleh, menyatakan dukungannya terhadap upaya Kejati dalam memberantas kejahatan pertambangan yang telah merugikan negara dan merusak lingkungan hidup di Provinsi Bengkulu.

“Kami sangat mengapresiasi tindakan Kejati Bengkulu yang telah menunjukkan komitmen dalam menegakkan hukum di sektor tambang. Ini menjadi sinyal kuat bahwa praktik-praktik ilegal seperti ini tidak lagi ditoleransi,” ujar Herwan, Jumat, (26/7/2025).

Dalam kasus ini, Kejati Bengkulu telah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Bebby Hussy, Komisaris PT Tunas Bara Jaya; Sutarman, Direktur PT Inti Bara Perdana; Saskya Hussy, General Manager PT Inti Bara Perdana; Julius Soh, Direktur Utama PT Tunas Bara Jaya; dan Agusman, bagian pemasaran PT Inti BPerdana.

Kelima tersangka diduga melakukan praktik jual beli batu bara ilegal tanpa izin resmi, yang menyebabkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp500 miliar.

“Kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 500 miliar lebih total dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan akibat ketidakbenaran penambangan batu bara maupun saat penjualan,” ujar Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo

Selain menetapkan tersangka, Kejaksaan juga telah menyita sejumlah aset yang diduga berasal dari hasil kejahatan, yakni satu unit rumah mewah di kawasan Lingkar Barat Kota Bengkulu dan tiga unit mobil mewah masing-masing berjenis Mercedes-Benz, Lexus, dan Mini Cooper. Sebelumnya Kejati juga telah menyegel kawasan tambang di Bengkulu Tengah.

Herwan menekankan bahwa kasus ini tidak boleh berhenti pada penangkapan saja. Ia mendorong agar penyidikan diperluas hingga ke jaringan aktor intelektual maupun oknum yang memberikan perlindungan terhadap aktivitas tambang ilegal tersebut.

“Kami meminta Kejati tidak berhenti pada operator saja. Harus diungkap pula siapa yang memberikan ruang dan perlindungan terhadap operasi ilegal ini. Termasuk kemungkinan keterlibatan oknum pejabat atau aparat,” katanya.

Menurut Herwan, penegakan hukum di sektor tambang harus disertai dengan evaluasi menyeluruh terhadap perizinan tambang yang beroperasi di Provinsi Bengkulu, serta peningkatan pengawasan oleh instansi teknis.

“Kejahatan lingkungan dan pertambangan bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga meninggalkan kerusakan ekologis jangka panjang yang akan diwariskan kepada generasi mendatang,” tambahnya.

Sebelumnya, penyidik Kejati Bengkulu telah menggeledah beberapa tempat terkait kasus ini. Diantaranya Kantor Asosiasi Pertambangan Batu Bara Bengkulh (APBB), Rumah kediaman Bebby Hussy, Kantor KSOP Bengkulu, Kantor Pelindo Bengkulu dan Kantor Sucofindo.

Reporter: Deni Aliansyah Putra