Interaktif News – Di tengah semangat reformasi birokrasi dan keterbukaan informasi publik, praktik pungutan liar rupanya masih menemukan celah untuk bertahan. Kasus terbaru mencuat dari Kabupaten Seluma, Bengkulu, terkait dugaan pungli dalam proses program Pendidikan Profesi Guru (PPG) di lingkungan Kemenag Seluma.

Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Seluma telah menetapkan dua aparatur sipil negara (ASN) sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Keduanya adalah DN, operator di Kantor Kemenag Seluma, dan BE, Kepala Sekolah di salah satu SD Negeri wilayah Kecamatan Seluma Selatan.

Dua tersangka itu diduga menjalankan praktik pungli dengan rapi selama dua tahun, sejak 2023 hingga 2024, terhadap para guru agama yang hendak mengikuti sertifikasi PPG, program yang seharusnya menjadi jalan peningkatan kompetensi sekaligus kesejahteraan guru.

Kepala Kejari Seluma, Eka Nugraha, mengungkapkan bahwa modus para tersangka dilakukan dengan cara memungut sejumlah uang dari ASN guru agama yang hendak mengikuti PPG. Uang tersebut disebut sebagai “biaya administrasi pendaftaran”

“Kedua tersangka ini memungut uang kepada para guru dengan nominal bervariasi, antara Rp5 juta sampai Rp8 juta. Namun pada tahun 2024 nominalnya bahkan meningkat hingga Rp10 juta sampai Rp16 juta,” kata Eka dalam keterangan resminya, Senin (27/10/2025) malam.

Modus yang digunakan cukup halus yakni para guru diarahkan untuk menyerahkan sejumlah uang agar proses pendaftaran berjalan lancar dengan peluang kelulusan lebih besar. Pungutan itu dilakukan seolah-olah merupakan bagian resmi dari mekanisme sertifikasi.

Padahal, menurut penyidik, tidak ada dasar hukum atau ketentuan resmi yang mengatur adanya biaya tersebut. Dana yang dikumpulkan tidak disetorkan ke kas negara, melainkan dikelola secara pribadi oleh kedua tersangka.

“Sasaran pungutan adalah para guru ASN bidang agama, yang sedang menyiapkan diri untuk mengikuti sertifikasi profesi guru. Sejak 2023 terdapat sekitar 30 guru agamayang menjadi korban pungutan liar,” ujarnya.

Praktik tersebut dilakukan dengan sistematis. DN berperan sebagai operator yang mengelola data calon peserta dan memverifikasi dokumen, sedangkan BE berperan sebagai pengumpul dana di lapangan serta penghubung antar peserta.

Raup Lebih dari Rp1,1 Miliar

Hasil penyidikan menunjukkan jumlah dana yang berhasil dikumpulkan kedua tersangka mencapai angka yang fantastis. Pada tahun 2023, total pungutan yang berhasil dihimpun sekitar Rp332,2 juta. Setahun berikutnya, 2024, jumlah itu melonjak menjadi sekitar Rp790,2 juta.

“Total keseluruhan sementara hasil perhitungan penyidik mencapai Rp1.112.400.000 (satu miliar seratus dua belas juta empat ratus ribu rupiah),” kata Eka.

“Hingga kini, tim penyidik telah menyita uang tunai sebesar Rp75 juta yang diduga merupakan hasil pungli, serta sejumlah dokumen penting terkait proses pendaftaran PPG, ” sambungnya.

Kejaksaan menegaskan, bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan saksi dan pengumpulan alat bukti. Keduanya disangkakan melanggar ketentuan pidana korupsi karena menyalahgunakan jabatan untuk memperoleh keuntungan pribadi.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 12 huruf e jo Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), subsidier Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Reporter: Deni Aliansyah Putra