Syekh Yasin al Fadani, Foto: Dok/Net
Syeikh Yasin Padang, salah satu ulama keturunan Indonesia yang yang menjadi benteng ajaran Ahlusunnah Wal Jamaah merupakan ulama yang sangat dihormati di dunia. Bernama lengkap Syeikh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al-Fadani lahir di kota Makkah pada tahun1915 dan wafat pada tahun 1990. Ia adalah Muhaddits, Faqih, ahli tasawwuf dan kepala Madrasah Darul-Ulum, yang siswanya banyak berasal dari Indonesia.
Jumlah karya beliau mencapai 97 Kitab, diantaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul Fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain.
Syeikh Abu Al Faydh Muhammad Yasin bin Muhammad Isa Al Fadany Ulama Mekkah yang nenek moyangnya berasal dari Padang Sumatra Barat, adalah sosok ulama Indonesia yang namanya terukir dengan tinta emas karena keluasan ilmu yang dimilikinya.
Beliau bergelar “Almusnid Dunya” (ulama ahli sanad dunia), keahlian dalam hal ilmu periwayatan hadist ini maka banyak para ulama-ulama dunia berbondong-bondong untuk mendapat Ijazah Sanad hadist dari beliau.
Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf salah seorang ulama dan waliyulloh dari Tarim Hadromaut sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin Al-Fadani hingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyu Zamanihi” (Imam Al Hafid Assayuthy pada zamannya).
Nama lengkapnya Abu Al-Faidh’ Alam Ad Diin Muhammad Yasin bin Isa Al-Fadani, lahir di Mekkah tahun 1915. Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukan kecerdasan yang luar biasa bahkan menginjak usia remaja Syekh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya dalam hal penguasaan ilmu hadist, fiqih bahkan para gurunya pun sangat mengaguminya. Syekh Yasin mulai belajar dengan ayahnya Syekh Muhammad Isa, dilanjutkan ke Ash-Shautiyyah guru-gurunya antara lain Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Sekira tahun 1934 terjadi konflik yang menyangkut nasionalisme, direktur Ash-Shautiyyah telah menyinggung beberapa pelajar asal Asia Tenggara terutama dari Indonesia maka Syekh Yasin mengemukakan ide untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah, banyak dari pelajar Ash-Shautiyyah yang berbondong-bondong pindah ke Madrasah Darul Ulum, padahal madrasah tersebut belum lama didirikan.
Syekh Yasin menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah, disamping itu Syekh Yasin mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil haram. Materi-materi yang disampaikan oleh Syekh Yasin mendapat sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara. Syekh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering minta Ijazah dari para ulama-ulama terkemuka sehingga beliau memilki sanad yang luar biasa banyaknya. Selain itu yang sangat menarik adalah sosok Syekh Yasin Al-Fadani adalah kesederhanaannya,
Walaupun beliau seorang ulama besar namun, beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul, dan menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari dengan memakai kaos oblong dan sarung. Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap Shisah (rokok arab) tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syekh Yasin.
Jika musim haji tiba Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama yang meminta Ijazah Sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun, biarpun lewat dari musim haji rumah Syekh Yasin pun selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar.
Ulama kelahiran abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul, yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Susunan bahasa yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya Syekh Yasin banyak digunakan oleh para ulama dan pelajar sebagai sumber referensi, diantaranya:
- Fathul ‘allam Syarah dari kitab Hadist Bulughul Maram
- Ad Durr Al-Madhud fi Syarah Sunan Abu Dawud 20 jilid
- Nail Al-Ma’mul Hasyiah ‘Ala Lubb Al-Ushul Fiqh
- Al Fawaid Al-Janiyah ‘Ala Qawaidhul fiqihiyyah, dan masih banyak karya beliau lainnya.
Beliau banyak dipuji oleh para Ulama dan para gurunya, seperti seorang ulama Hadist bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Ghumari menjuluki Syekh Yasin sebagai ulama kebanggaan Haromain (Mekkah dan Madinah).
Prof. Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al-mam Baijuri A’la Jawahir al Tauhid yang di tahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat Ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani. Syekh M Zainuddin sewaktu mengajar di madrasah Ash-Shaulatiyyah mengalami kesulitan dan memaksa dirinya membolak balik berbagai kitab-kitab yang relevan namun, setelah terbitnya Kitab Qowaidhul Fiqih karya Syekh Yasin Al-Fadani menjadi ringanlah segala bentuk kesulitan-kesulitan yang biasa ia alami waktu mengajar.
Syekh Yasin juga sering mengadakan kunjungan-kunjungan keberbagai negara terutama di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya, tak sedikit dari para ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Kejadian yang menarik adalah sewaktu Syekh Yasin berkunjung ke Indonesia banyak dari para ulama dari berbagai daerah di Indonesai berbondong-bondong menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH. Syafi`i datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid namun, Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain.
Namun Syekh Yasin menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan beliau mengatakan bahwa beliua lah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami. Syekh Yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang dimiliki KH. Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH Syafi’i Hadzami begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang memiliki keluasan ilmu. Begitulah sosok Syekh Yasin Al-Fadani yang sangat menghargai para ahli ilmu.
Syekh Yasin Al-Fadani tampil sebagai sosok ulama yang mampu mencetak murid-murid yang sangat mencintai ilmu diantara murid beliau adalahSyekh Muhammad Ismail Zaini Al-Yamani, Syekh Muhammad Muhktaruddin, Habib Hamid Al-Kaff, KH. Ahmad Damhuri (Banten), KH Abdul Hamid (Jakarta),KH Maimun Zubair (Rembang), KH Sahal Mahfudz (Pati, Jateng), KH. Ahmad Muthohar (Mranggen, Demak), KH Ahmad Muhajirin (Bekasi), KH Zayadi Muhajir, Kh Syafi’i Hadzami.
Diantara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Prof Dr.Syekh. Ali Asshabuni (ulama ahli tafsir, Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Prof.DR. Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan) dan lain lain.
Masih banyak murid beliau yang tersebar di pelosok penjuru dunia yang meneruskan perjuangan Syekh Yasin Al-Fadani. Bangsa Indonesia pun boleh berbangga bahwa bangsa kita memilki Ulama-ulama yang sangat terkenal dan diakui ketinggian ilmunya di Mekkah maupun di dunia Sebut saja Syekh Muhammad Nawawi Al Bantani, Syekh Mahfudz Termas, Syekh Baqir bin Nur Al Jogjawi, Syekh Yasin Al-Fadani (Padang), Syekh Ahmad Khatib Sambas (Kalimantan), Syekh Muhammad Zainuddin Al-Fanshuri (Lombok) dan lain-lain.
Tahun 1990 Syekh Yasin Al-Fadani dipanggil menghadap Allah SWT, seluruh dunia merasa kehilangan sosok ulama hadist yang mumpuni dan menjadi sumber rujukan ilmu. Kebesaran Allah SWT ditampakan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi penguburan ulama besar tersebut.
Pujian Para Ulama
Syekh Zakaria Abdullah Bila teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yaitu Syekh M. Zainuddin pernah berkata, “waktu saya mengajar Qawa’idul-Fiqhi di Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang memaksa saya membolak balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan kesulitan tersebut. Namun, setelah terbit kitab Al-Fawa’idul-Janiah karangan Syekh Yasin menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban dalam mengajar.
Seorang ahli Hadits dari Maroko yang terkenal bernama AsSayyid Abdul Aziz Al-ghumari Al Hasani pernah memuji dan menjuluki beliau sebagai kebanggaan Ulama Haramain dan sebagai Muhaddits.
Prof. Doctor Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab: الجواهر الثمينة في بيان أدلة عالم المدينة berkata: Syekh Yasin adalah Muhaddits, Faqih, Mudir Madrasah Darul-Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu Ulama Masjid Al-Haram…
Syekh Umar Abdul-Jabbar berkata didalam surat kabar Al-Bilad (jumat 24 Dzulqaidah 1379H/ 1960M): “... bahkan yang terbesar dari amal bakti Syekh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun 1362H. Dimana dalam perjalanannya selalu ada rintangan namun, beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.
Assayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman saat itu, mengarang sebuah syiir yang panjang khusus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani, salah satu baitnya berbunyi: أنت في العلم والمعاني فريد…… وبعقد الفخار أنت الوحيد “Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya.”
Doktor Yusuf Abdurrazzaq sebagai dosen kuliah Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo juga memuji beliau dengan perkataan dan syair yang panjang, salah satu baitnya berbunyi: أنت فينا بقية من كرام……لا ترى العين مثلهم إنسانا “Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Ustaz Fadhal bin M. bin Iwadh Attarimi-pun berkata: فيا طالب العلم لب نداء……ياسين وافرح بهذا القرى “Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin, bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan,”
Doktor Ali Jum’ah yang menjabat sebagai Mufti Mesir dalam kitab Hasyiah Al-Imam Al-Baijuri Ala Jauharatittauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8 mengaku pernah menerima Ijazah Sanad Hadits Hasyiah tersebut dari Syekh Yasin yang digelarinya sebagai مسند الدنيا (Musnid Addunia)…
Al-Habib Assayyid Seggaf bin Muhammad Assagaf seorang tokoh pendidik di Hadramaut (pada tahun 1373H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syekh Yasin, dan menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi”. Beliau juga mengarang sebuah syair untuk memuji beliau, berikut bunyi salah satu baitnya:
لله درك يا ياسين من رجل……أم القرى أنت قاضيها ومفتيها في كل فن وموضوع لقد كتبا ……يداك ما أثلج الألباب يحديها “Bagus perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh, dari Ummul Qura engkau Qhadi dan Muftinya.” “Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua tanganmu, Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”
Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki sebagai guru Madrasah Al-Falah dan Masjid Al-Haram, Syekh M. Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut dan Ulama lainnya, pernah memuji karangan-karangan beliau.
Doktor Yahya Al-Gautsani bercerita, pernah ia menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Seorang tokoh agama Najd dari Ibukota Riyadh (Pusat Paham Wahabi) yaitu Jasim bin Sulaiman Addausari pada tahun 1406H pernah berkata: أبلغوا مني سلاما من صبا نجد……ذكيالأبي الفيض فداني مسند الوقت بعيد عن نزول…… هابط أما لما يعلو فداني فدى أسر الروايات فلوتنطق…… لقالت: علم الدين فداني
Karya Tulis dan Murid-Murid
Jumlah karya beliau mencapai lebih dari 97 Kitab, diantaranya 9 kitab tentang Ilmu Hadits, 25 kitab tentang Ilmu dan Ushul fiqih, 36 buku tentang ilmu Falak, dan sisanya tentang Ilmu-ilmu yang lain.
Diantara murid-murid yang pernah berguru dan mengambil Ijazah sanad-sanad Hadits dari beliau adalah Al-Habib Umar bin Muhammad (Yaman), Syekh M. Ali Asshabuni (Syam), Doctor M. Hasan Addimasyqi, Syekh Isma’il Zain Alyamani, Doctor Ali Jum’ah (Mesir), Syekh Hasan Qathirji, Tuan Guru H. M. Zaini Abdul-Ghani (Kalimantan)
Diantara murid-murid beliau yang disamping mengambil Sanad Hadits, mendapatkan Ijazah ‘Ammah dan Khasshah, juga diberi izin untuk mengajar di Madrasah Darul-Ulum adalah: H. Sayyid Hamid Al-Kaff, Dr. Muslim Nasution, H.Ahmad Damanhuri, H.M.Yusuf Hasyim, H.M. Abrar Dahlan, Dr. Sayyid Aqil Husain Al Munawwar dll.
Karomah Syekh Yasin
Seseorang bernama Zakariyya Thalib asal Syiria pernah mendatangi rumah Syekh Yasin pada hari jumat. Ketika Adzan jumat dikumandangkan, Syekh Yasin masih saja di rumah, akhirnya Zakariyya keluar dan solat di masjid terdekat. Seusai shalat Jum’at, ia menemui seorang kawan, Zakariya pun bercerita pada temannya bahwa Syekh Yasin ra tidak salat Jum’at. Namun, dibantah oleh temannya karena kata temannya, “Kami sama-sama Syekh salat di Nuzhah yaitu di Masjid Syekh Hasan Massyat ra yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau."
H.M. Abrar Dahlan bercerita, suatu hari Syekh Yasin pernah menyuruh saya membikin Syai (teh) dan Syesah (yang biasa diisap dengan tembakau dari buah-buahan/rokok tradisi bangsa arab). Setalah saya bikinkan dan syekh mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil-Haram. Ketika kembali, saya melihat Syekh Yasin baru pulang mengajar dari Masjid Al-Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid.
Dikisahkan ketika K.H.Abdul Hamid di Jakarta sedang mengajar dalam ilmu fiqih “bab diyat”, beliau menemukan kesulitan dalam suatu hal sehingga pengajian terhenti karenanya malam hari itu juga, beliau menerima sepucuk surat dari Syekh Yasin. Ternyata isi surat itu adalah jawaban kesulitan yang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syekh Yasin tahu? Sedangkan K.H.Abdul Hamid sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syekh Mukhtaruddin asal Palembang bercerita, pernah ketika Pak Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syekh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat do’a beliau. Semoga Allah SWT merahmati beliau, amin ya Rabbal-Alamin. Al Fatihah
Syekh Yasin al-Fadani dan Nasionalisme Indonesia
Kemanapun orang Padang pergi, di situ akan berdiri warung makan, begitulah kesan umum di masyarakat tetapi kaidah ini tidak berlaku bagi Syekh Yasin al-Fadani. Ia menuntut ilmu hingga jauh ke Mekah dan merintis sebuah madrasah yang mencetak banyak ulama dari Indonesia.
Sebuah informasi menarik ditemukan dalam buku karangan Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia (1995) berkenaan dengan sosok Syekh Yasin bin Isa al-Fadani (meninggal 1990), seorang alim asal Padang yang tinggal di Mekah dan pendiri madrasah yang terkenal, Dar al-‘Ulum al-Diniyyah.
Sebelum madarasah itu berdiri, ada madrasah lain yang cukup terkenal di Mekah yaitu Madrasah Shaulatiyyah. Madrasah ini didirikan oleh seorang tokoh perempuan dari India, Shaulah al-Nisa’, pada 1874, karena itu disebut Shaulatiyyah. Pengelolaan madrasah itu diserahkan kepada seorang ulama militan yang dikenal karena polemik-polemiknya melawan para misionaris Kristen di India, yaitu Rahmatullah bin Khalil al-‘Utsmani.
Banyak pelajar Indonesia yang menjadi murid madrasah itu, termasuk Syekh Yasin bin Isa al-Fadani. Ada suatu kejadian di madrasah tersebut yang membuat Syekh Yasin marah dan kemudian memutuskan untuk keluar.
Pada suatu hari, seorang guru di madrasah itu merobek koran berbahasa Indonesia yang dibaca oleh sejumlah mahasiswa asal Indonesia. Guru itu juga mengejek aspirasi nasionalis orang-orang Indonesia dengan mengatakan bahwa bangsa bodoh yang memakai bahasa seperti itu tak akan bisa meraih kemerdekaan.
Kejadian ini disaksikan langsung oleh Syekh Yasin dan tentu saja membuatnya marah dan memutuskan untuk keluar dari madrasah itu. Ia kemudian terlibat dalam usaha-usaha untuk mendirikan madrasah terpisah guna menampung mahasiswa asal Indonesia.
Berdirilah Madrasah Dar al-‘Ulum al-Diniyyah pada 1934. Ada sekitar 120 santri Jawa (istilah Jawa saat itu mencakup seluruh kawasan Indonesia, Melayu bahkan juga Thailand Selatan) yang pindah ke madrasah baru itu, termasuk Syekh Yasin sendiri. Syekh Yasin menjadi mudir atau direktur madrasah tersebut hingga dia wafat pada 1990.
Semasa dia masih hidup, banyak jamaah haji Indonesia yang selalu menyempatkan mampir di madrasah itu. Syekh Yasin juga memelihara relasi dengan sejumlah kiai di Indonesia bahkan menuliskan semacam “thabaqat/tarajum” atau biografi sejumlah kiai di tanah air.
Dia sempat hadir dalam Muktamar NU ke-26 di Semarang pada 1979. Pada kesempatan itulah dia menyempatkan diri untuk mengunjungi sejumlah pesantren di Jawa Tengah antara lain pesantren milik KH. Muhammadun, dari Pondohan, Tayu, Pati. Konon Syekh Yasin menulis tarjamah atau biografi singkat Kiai Muhammadun menurut tradisi thabaqat yang kita kenal dalam khazanah historiografi Islam klasik. Kunjungan Syekh Yasin ke pesantren itu disambut ribuan orang untuk betemu dan melihat langsung sosok Syekh Yasin.
Di kalangan santri Indonesia, Syekh Yasin dikenal sebagai “benteng” doktrin Ahlussunnah wal Jama’ah di tanah Haramain berhadapan dengan kampanye agresif ideologi Wahabi yang disokong oleh pemerintah Saudi. Salah satu bukunya yang dikenal di kalangan pesantren adalah al-Fawa’id al-Janiyyah yang berisi ulasan mengenai kaidah fikih (qawa’id al-fiqh).
Informasi dari Martin van Bruinessen ini menarik karena memperlihatkan sosok Syekh Yasin bukan saja sebagai seorang alim yang mempertahankan doktrin Sunni di tanah haramain tetapi juga seorang nasionalis yang memiliki kecintaan pada tanah air. Tahun saat madrasah Dar a-‘Ulum itu berdiri, yakni 1934, jelas merupakan periode di mana gerakan-gerakan nasionalis yang memperjuangkan kemerdekaan di tanah air sedang mencapai tahap kematangan.
Kita patut mengenang Syekh Yasin sebagai seorang patriot yang cinta tanah air Indonesia selain sebagai seorang muhaddits (pakar hadis), dan faqih (ahli mengenai hukum Islam). Hal ini juga memperlihatkan dengan baik sekali bahwa tidak ada pertentangan antara aspirasi nasionalisme dengan ajaran Islam.
Kecintaan pada tanah air yang diperlihatkan oleh seorang alim dengan kaliber seperti Syekh Yasin tentu cukup menjadi bukti bahwa Islam dan nasionalisme bukanah dua hal yang harus dipertentangkan, wallahu’alam.
Disadur dari berbagai sumber
Editor: Iman SP Noya