Interaktif News – Kelompok masyarakat sipil Provinsi Bengkulu akan mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit atas dugaan perambahan kawasan hutan Register 71 Air Bintunan oleh PT. Sandabi Indah Lestari (SIL). Gugatan tersebut direncanakan akan diajukan ke Pengadilan Negeri Bengkulu dalam waktu dekat sebagai bentuk upaya hukum untuk menuntut pertanggungjawaban penyelanggara negara atas kerusakan lingkungan yang terjadi.

Langkah hukum ini diinisiasi Mashuri dan kawan-kawan untuk mewakili kepentingan umum atas dugaan aktivitas perkebunan sawit illegal di hutan kawasan. Mashuri menilai telah terjadi pelanggaran serius terhadap aturan perundang-undangan di bidang kehutanan dan perlindungan lingkungan hidup.

“Kami telah mengumpulkan cukup bukti dan keterangan dari warga setempat bahwa PT. Sandabi Indah Lestari melakukan aktivitas perkebunan dalam kawasan hutan Register 71 Air Bintunan tanpa izin yang sah” ujar Mashuri, Selasa, (8/7/25).

Mashuri menjelaskan bahwa Register 71 merupakan kawasan hutan yang seharusnya tidak boleh dialihfungsikan tanpa proses pelepasan kawasan yang sah sesuai prosedur yang ditetapkan oleh Kementerian Kehutanan dan Kementrian Lingkungan Hidup. Namun dalam praktiknya, PT SIL telah melakukan pembukaan lahan dan penanaman sawit dalam kawasan seluas 628 Hektar sejak tahun 2010

Mashuri menegaskan bahwa gugatan akan diajukan dalam bentuk citizen lawsuit, yakni mekanisme hukum yang memungkinkan warga negara menggugat atas nama kepentingan umum, tanpa harus menjadi pihak yang secara langsung dirugikan. Gugatan ini mengacu pada ketentuan hukum yang berkembang dalam sistem peradilan Indonesia, terutama pasca beberapa putusan Mahkamah Agung yang mengakui legalitas gugatan warga negara.

“Ini bukan semata soal lahan, tapi tentang masa depan ekosistem dan hak warga atas lingkungan yang sehat,” tambah Mashuri. Ia juga menyoroti dampak ekologis dari dugaan perambahan tersebut, seperti terganggunya sumber mata air dan meningkatnya potensi bencana banjir dan longsor di wilayah hilir.

Selain itu, tim masyarakat juga menilai adanya pembiaran oleh pemerintah dan Aparat Penegak Hukum (APH) dalam pengawasan tata kelola kawasan hutan di Bengkulu Utara. Ia mendesak agar semua pihak yang terlibat, baik secara aktif maupun pasif, turut dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

“Kami akan mengirimkan notifikasi gugatan terhadap Presiden dan kementrian, Kapolri, Kejagung, Gubernur Bengkulu, Bupati Bengkulu Utara, Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera, dan pihak-pihak terkait lainnya. Kami mengunggu notifkasi kami dijawab dan tindakan nyata untuk menghentikan dugaan perambahan ini,” ungkap Mashuri.

Dalam draf gugatan, kelompok masyarakat akan menuntut PT. SIL untuk menghentikan seluruh aktivitas di kawasan hutan, melakukan pemulihan lahan, serta meminta ganti rugi lingkungan yang dialami masyarakat. Gugatan juga meminta pengadilan memerintahkan pemerintah untuk menindaklanjuti temuan ini secara administratif maupun pidana.

Pengajuan gugatan direncanakan dilakukan di Pengadilan Negeri Bengkulu, dengan alasan yurisdiksi hukum dan kemudahan akses bagi penggugat. Tim kuasa hukum saat ini tengah merampungkan legal standing dan dokumen pendukung yang dibutuhkan untuk pendaftaran perkara.

“Kami memilih PN Bengkulu untuk memudahkan semua pihak terkait, kami pengugat maupun para pihak tergugat nantinya. Perambahan ini sudah bertahun-tahun dilakukan tapi dibiarkan, kami minta pemerintah dan aparat untuk hadir dan menjalankan fungsi dan tanggungjawab mereka” kata Mashuri. [***]