Interaktif News – Lembaga kajian kebangsaan Cakrawala Negarawan menaruh perhatian serius terhadap polemik tayangan Xpose Uncensored di stasiun televisi Trans7, yang dinilai menyinggung marwah pesantren dan tokoh Nahdlatul Ulama (NU). Cakrawala Negarawan menyatakan dukungan penuh kepada NU sebagai penjaga moral publik dan menegaskan pentingnya perlindungan terhadap pesantren sebagai pusat pembentukan karakter bangsa.

Menurut Cakrawala Negarawan, pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi institusi kebudayaan yang melahirkan nilai-nilai etika sosial, keislaman moderat, dan kebangsaan. Oleh karena itu, setiap bentuk pelecehan atau penggambaran yang tidak proporsional terhadap pesantren harus disikapi dengan serius dan bertanggung jawab.

Sunanto, Dewan Pembina Cakrawala Negarawan, menilai langkah NU menuntut klarifikasi dari Trans7 adalah tindakan yang tepat sekaligus elegan dalam menegakkan tanggung jawab sosial media di tengah masyarakat plural.

“Pesantren adalah benteng moral bangsa. Mereka telah membentuk wajah Islam Indonesia yang santun, beradab, dan menyejukkan. Maka, ketika ada lembaga penyiaran menampilkan pesantren secara keliru atau menyinggung tokohnya, NU berhak menegur. Itu bukan reaksi emosional, melainkan bentuk tanggung jawab etis,” ujar Sunanto, Rabu (15/10/2025).

Ia menambahkan bahwa kebebasan berekspresi dan kebebasan pers harus diimbangi dengan akhlak publik dan tanggung jawab moral.

“Media memiliki kekuatan besar. Ia bisa membangun harmoni, tapi juga bisa merusaknya. Karena itu, etika publik harus ditegakkan. Jangan sampai kebebasan digunakan untuk mengabaikan nilai-nilai yang dihormati masyarakat,” tegasnya.

Pesantren Sebagai Pilar Etika Kebangsaan

Cakrawala Negarawan menekankan bahwa pesantren memiliki peran historis dan sosiologis yang penting dalam menjaga keseimbangan antara agama, budaya, dan negara. Dari pesantren lahir tradisi Islam Nusantara—Islam yang ramah, terbuka, dan berorientasi pada kemaslahatan bersama.

“Pesantren mengajarkan kita bahwa ilmu harus berbuah akhlak. Karena itu, ketika pesantren dilecehkan, sejatinya yang terguncang adalah fondasi moral bangsa,” tambah Sunanto.

Menurutnya, NU sebagai organisasi yang menaungi ribuan pesantren di seluruh Indonesia telah menjadi penjaga warisan etika publik dan spiritual bangsa. Cakrawala Negarawan, lanjut Sunanto, berdiri bersama NU dalam upaya menegakkan nilai-nilai tersebut.

Dalam pandangan akademik, Cakrawala Negarawan melihat persoalan ini sebagai momentum untuk memperkuat moderasi sosial dan tanggung jawab media. Cakrawala Negarawan menekankan tiga langkah strategis untuk menghindari perpecahan dan memperbaiki ekosistem penyiaran nasional.

Pertama, insiden yang melibatkan tayangan publik dan lembaga keagamaan seperti pesantren harus menjadi momentum untuk memperkuat etika jurnalistik dan sensitivitas budaya di ruang media. Setiap konten yang menyinggung tokoh agama atau institusi pendidikan Islam semestinya melalui proses editorial yang matang dan peka terhadap nilai-nilai lokal maupun keagamaan. Hal ini penting agar media tetap menjadi sarana edukatif tanpa menyinggung keyakinan masyarakat.

Kedua, Cakrawala Negarawan menekankan pentingnya peningkatan literasi media dan pembukaan ruang dialog kultural antara media dan lembaga keagamaan. Komunikasi yang terbuka diyakini dapat mencegah kesalahpahaman serupa di masa mendatang, sekaligus membangun kesadaran bersama tentang tanggung jawab sosial media. Pendidikan literasi media, terutama bagi generasi muda, perlu diperkuat agar masyarakat mampu memilah informasi dan memahami konteks penyiaran secara kritis.

Ketiga, dalam semangat menjaga keutuhan sosial, Cakrawala Negarawan juga mendorong agar penyelesaian persoalan ini ditempuh melalui dialog, bukan polarisasi. Forum klarifikasi terbuka antara Trans7 dan pihak-pihak terkait dianggap sebagai langkah konstruktif untuk mengembalikan kepercayaan publik. Pendekatan deliberatif seperti ini bukan hanya menciptakan penyelesaian yang adil, tetapi juga menjadi cermin kedewasaan bangsa dalam merawat harmoni dan persatuan nasional.

Editor: Iman SP Noya