Kantor Bawaslu Provinsi Bengkulu di Jalan Indragiri, Padang Harapan, Kota Bengkulu, Foto: Dok
Interaktif News – Garda Rafflesia mengkonfirmasi akan segera melaporkan Komisioner Bawaslu Provinsi Bengkulu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Laporan terkait dugaan pelanggaran dalam perkara perselisihan hasil suara PAN dan PPP di Bengkulu Tengah dalam Pileg beberapa waktu lalu.
“Kami sudah melakukan investigasi dan klarifikasi dengan berbagai pihak terkait perkara ini. Ada dugaan pelanggaran serius yang dilakukan Bawaslu Provinsi Bengkulu. Mereka diduga dengan sengaja telah membuat rekomendasi ke KPU untuk membuka kotak suara tanpa dasar hukum yang sahih” kata Ketua Umum Garda Rafflesia, Septo Adinara, Minggu, (24/03/2024)
Dijelaskan Septo, pada tahapan rekapitulasi perhitungan hasil suara terjadi persaingan ketat antara PAN dan PPP dalam perebutan kursi terakhir dari Dapil 3 Bengkulu Tengah. Hasil akhir perhitungan sampai dengan tingkat kabupaten PAN meraih 2.022 suara sedangkan PPP meraih 2.021 suara. Selisih PAN dan PPP hanya 1 suara.
“Atas perolehan tersebut PAN berhak atas kursi terakhir dari Dapil 3 mengalahkan PPP. Perhitungan berjalan norma dari TPS hingga ke tingkat kabupaten, tidak ada rekomendasi pelanggaran apa pun baik dari pengawas TPS maupun Panwascam maupun Bawaslu Benteng. Namun, hasil berubah setelah KPU Bengkulu Tengah melakukan perhitungan ulang dengan membuka kotak suara” kata Septo
Perhitungan suara ulang dilakukan di 5 TPS yang menyebabkan perubahan hasil suara antara PPP dan PAN. PPP berbalik unggul 3 suara dengan meraih 2.025 suara sebaliknya PAN tetap meraih 2.022 suara. Dampaknya kursi terakhir Dapil 3 yang awalnya milik PAN beralih ke PPP.
Titik masalahnya kata Septo, bukan pada KPU melainkan Bawaslu Provinsi Bengkulu. KPU melakukan perhitungan ulang dengan membuka kotak suara terjadi atas dasar surat Bawaslu Provinsi Bengkulu Nomor: 001/LP.AC/ADM.PL/BWSL.PROV/07.00/III/2024. Surat tersebut berisi perintah kepada KPU Provinsi Bengkulu untuk melakukan pehitungan suara ulang di 5 TPS Dapil 3 tersebut.
“Atas surat tersebut, KPU Provinsi Bengkulu kemudian memerintahkan KPU Bengkulu Tengah untuk melakukan perhitungan suara ulang dengan membuka kotak suara. Ini yang kami maksud pelanggaran serius. Apa dasar Bawaslu Provinsi Bengkulu memerintahkan KPU melakukan perhitungan suara ulang? Kecuali sebelumnya ada pelanggaran. Dampaknya sangat serius terjadi perubahan suara dan peraih kursi” kata Septo
KPU lanjut Septo tidak bisa melakukan perhitungan ulang dengan membuka kotak suara tanpa didahuli dengan rekomendasi dari Bawaslu. Rekomendasi Bawaslu juga harus dilakukan secara berjenjang, misalnya dari panwascam ke PPK atau dari Bawalu Kabupaten ke KPU Kabupaten. Sisi lain merupakan kewajiban bagi KPU untuk menjalankan rekomendasi dari Bawaslu.
“Anehnya di sini yang membuat rekomendasi justru langsung Bawaslu Provinsi Bengkulu bukan Bawaslu Bengkulu Tengah atau Panwascam karena memang tidak ada masalah berjenjang dari TPS, kecamatan hingga ke kabupaten. Seolah-olah masalah PAN dan PPP Benteng ini tiba-tiba timbul di tingkat provinsi. Ini semacam ‘surat sakti’ dari Bawaslu Provinsi Bengkulu” kata Septo.
Perselisihan Suara Ranah MK
Lebih lanjut dijelaskan Septo, apabila terjadi perselisihan hasil suara antar-peserta pemilu harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Menurut ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 dan UU tentang Mahkamah Konstitusi, MK adalah satu-satunya lembaga yang berwenang mengadili perselisihan hasil suara.
“Saya kira regulasinya clear, tidak ada tafsir lain atau tafsirnya ambigu. Kewenangan itu sangat jelas diatur dalam UU tentang MK itu sendiri. MK berwenang penuh memutus dan mengadili apabila terjadi perselisihan hasil suara antar-peserta pemilu” kata Septo
Sengketa dalam pemilu lanjut Septo terdiri dua bagian; pertama sengeketa proses dan yang kedua sengketa hasil. Sengketa proses diantaranya proses pendaftaran, penetapan DPT, penetapan DCT dan lain sebagainya sebelum ditetapkannya hasil rekapitulasi suara. Sengketa hasil adalah seluruh peritiwa yang terjadi setelah proses.
Perselisihan Hasil Pemilu Umum atau PHPU menurut Pasal 473 ayat (1) UU Pemilu adalah perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional. Sengketa hasil pemilu ini berkaitan dengan perselisihan penetapan perolehan suara hasil pemilu anggota DPR, DPD, dan DPRD yang meliputi perselisihan penetapan perolehan suara yang dapat mempengaruhi perolehan kursi peserta pemilu.
“Jadi dalam konteks perselisihan suara antara PAN dan PPP di Bengkulu Tengah seharusnya diselesaikan di MK bukan ranahnya Bawaslu Provinsi Bengkulu karena tidak ada payung hukum yang menyatakan Bawaslu berwenang untuk itu. Peran Bawaslu saat terjadi sengketa proses dan keputusan Bawaslu sifatnya final dan mengikat (final and binding) kecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti verifikasi partai, penetapan pasangan calon dan DCT” kata dia.
Seperti diketahui, Dapil 3 Bengkulu Tengah meliputi kecamatan Bang Haji, Pematang Tiga dan Pagar Jati dengan 4 alokasi kursi. Berdasarkan hasil rekapitulasi hasil suara awal. PAN meraih meraih 2.022 suara dengan caleg perolehan suara tertinggi Rafe`i 1.320 suara sedangkan PPP meraih 2.021 suara dengan caleg peraih suara tertinggi Jon Karnedi 958 suara. Total suara PAN unggul dari PPP sehingga berhak atas kursi terakhir dari Dapil 3.
Setelah dilakukan perhitungan ulang, total suara PAN tetap dengan 2.022 suara sedangkan PPP berubah menjadi 2025 suara atau terjadi penambahan 4 suara. Rincianya suara caleg Jon Karnedi bertambah 2 suara, dari 958 suara menjadi 960 suara. Kemudian suara Caleg Buldani bertambah 1 suara, dari 607 suara menjadi 608 suara dan Caleg Median Santoso bertambah 1 suara, dari 352 suara menjadi 353 suara.
Atas perubahan ini, PPP berbalik unggul 3 suara dari PAN dengan demikian kursi terakhir yang awalnya milik PAN dengan caleg Rafe`i sebagai peraih suara terbanya berubah menjadi miliki PPP dengan caleg Jon Karnedi sebagai peraih suara terbanyak.
“Kita sudah memiliki bukti dan informasi yang cukup segera kami daftarkan laporan ke DKPP. Kita minta DKPP menindak tegas seluruh penyelenggara pemilu yang diduga bekerja di luar ketentuan perundang-undangan. Bukan soal partai mana atau siapa yang untung dan rugi tapi ini menyangkut martabat demokrasi kita” kata Septo. [***]