Diduga Patok Perkebunan Warga, PTPN VII Bisa Picu Konflik

patok lahan

Diduga patok yang dipasang oleh PT Perkebunan Nusantara VII di lahan milik warga, Foto: Dok

Interaktif News - Ketua pengurus AMAN Tana Serawai, Hertoni Zakaria menyoroti lahan di wilayah adat Serawai Semidang Sakti yang berada di Desa Pring Baru, Kecamatan Talo Kecil. Pasalnya di wilayah itu perusahaan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII telah mengklaim lahan perkebunan milik warga.

"Kami terima laporan warga di komunitas adat, PTPN VII kembali klaim lahan milik mereka di tanah warga, yang jeleknya lagi mereka memanen paksa hasil kebun milik komunitas adat," kata Ketua Pengurus Daerah AMAN Tana Serawai Hertoni Zakaria, Jumat, 21 Juni 2024.

Hertoni mengaku sampai saat ini masih terdapat sejumlah wilayah Tana Serawai yang mulai mengalami eskalasi konflik yang ditengarai oleh kasus lama yang bertahun-tahun tak kunjung diselesaikan oleh Negara. 

“Negara (pemerintah) harusnya ambil langkah tegas terkait penyelesaian lahan tersebut. Karena jika ini dibiarkan akan menimbulkan konflik bagi kedua belah pihak,” ujarnya.

Menurut Pia, salah seorang tokoh perempuan masyarakat adat Serawai Semidang Sakti yang mengatakan kejadian itu bermula pada 11 Juni 2024, ketika perusahaan mengumumkan akan mengambil alih seluruh lahan yang masuk ke dalam kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PTPN VII.

“Terhitung pada 13 Juni 2024, perusahaan mulai memanen paksa seluruh tanaman sawit milik warga. Mereka menyebut lahan itu berdiri di atas HGU PTPN VII. Dan puncaknya pada 21 Juni perusahaan mulai memasang patok di lahan warga, salah satunya milik saya," kata Pia yang juga menjabat sebagai Dewan AMAN Daerah.

Sementara, dijelaskan Ketua Pengurus Harian AMAN Wilayah Bengkulu Fahmi Arisandi bahwa sebelumnya pada tahun 1985, warga komunitas adat sudah mengambil kembali lahan milik mereka yang telah diambil paksa oleh PTPN VII dengan dalih pinjam pakai untuk kebun plasma. Namun konflik lahan itu mencuat kembali di 2010.

“Waktu itu, sempat terjadi kesepakatan secara tertulis antara perusahaan dengan warga. Kesepakatan itu berisi keputusan perusahaan bersedia mengembalikan tanah milik warga yang telah mereka pinjam pakai,” jelas Fahmi.

“Namun sebulan setelah kesepakatan, PTPN VII ingkar dengan perjanjian tersebut. Mereka mulai mengusir dan merusak seluruh tanaman milik warga. Bahkan ada beberapa warga yang sempat diamankan kepolisian karena mempertahankan lahannya,” sambungnya.

Lanjut Fahmi, Pada tahun 2012, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Seluma mengakui memang telah terjadi tumpang tindih antara lahan milik warga dengan HGU PT PN VII. Hanya saja, sampai kini tidak ada solusi jelas dan tegas terkait konflik ini.

"Dari itu kami minta perusahaan hormati wilayah masyarakat adat. Apa yang menjadi hak mereka sudah pasti akan dipertahankan oleh warga," kata Fahmi, Sabtu, (22/6/2024).

Reporter: Deni Aliansyah Putra