Interaktif News – Gabungan mahasiswa di Bengkulu gelar aksi demonstrasi di depan DPRD Provinsi Bengkulu, Senin, 25 Mei 2025. Aksi ini dalam rangka peringatan Hari Buruh (May Day) tahun 2025.

Aksi yang berlangsung dari siang hingga malam ini nyaris rusuh lantaran perimintaan mahasiswa untuk masuk ke ruang rapat paripuran DPRD Provinsi Bengkulu ditolak.

Awalnya Wakil Ketua DPRD Provinsi Bengkulu, Sonti Bakara dan sejumlah anggota dewan menemui mahasiswa yang sedang berorasi di lapangan. Mereka nampak duduk bersama dengan mahasiswa untuk mendengarkan tuntutan.

Keributan mulai terjadi saat mahasiswa mendesak untuk diterima di ruang rapat paripurna. Mahasiswa berlasan ingin merasakan fasilitas publik di gedung DPRD Provinsi Bengkulu.

“Kami ingin menyampaikan aspirasi di dalam ruangan rapat paripurna, sepakat?” teriak kata Korlap Aksi yang kemudian disauti massa dengan teriakan sepakat.

Sonti Bakara kemudian melempar permintaan mahasiswa tersebut kepada Sekretaris DPRD Provinsi Bengkulu.

Namun, jawaban Sekwan justru memancing emosi mahasiswa. “Untuk tempat paripuran hanya dibuka untuk hal-hal yang bersifat paripurana. Itu yang sesuai dengan Tatib” kata Sekwan.

Melihat situasi mulai panas, Anggota DPRD Provinsi Bengkulu, Usin Abdisyah Putra Sembiring mencoba menenangkan massa. Ia menjawab dengan tegas, ruangan rapat paripuran tidak boleh digunakan.

Mendengar jawaban Usin, mahasiswa semakin terpancing emosi hingga anggota dewan pergi meninggalkan massa.

Namun, kerusuhan dapat diredah oleh pihak kepolisian yang mengawal aksi. Mahasiswa juga sempat beraksi membakar ban di depan Kantor DPRD Provinsi Bengkulu.

“Kami turun ke jalan karena suara buruh semakin lama semakin tak terdengar. Kami membawa tujuh tuntutan yang mewakili keresahan buruh saat ini, terutama di Bengkulu” kata salah seorang peserta aksi, Ismail.

Berikut 7 tuntutan aksi mahasiswa  Bengkulu peringatan May Day:

  • Menuntut pemerintah menerapkan dengan sebenar benarnya UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
  • Menuntut pemerintah untuk melindungi buruh dari sistem kerja fleksibel yang eksploitatif, bukan melegalkannya sesuai dengan Putusan MK No. 27/PUU-IX/2011.
  • Mendesak pemerintah mengesahkan rancangan undang-undang perlindungan pekerja rumah tangga.
  • Menuntut pemerintah mengakui dan melindungi status pekerja platform digital.
  • Mendesak pemerintah untuk memperkuat kebebasan berserikat sesuai dengan UU 28E ayat (3) UUD 1945 dan menindak praktik union busting.
  • Menuntut pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum yang tegas dan adil bagi korban PHK massal.
  • Menuntut pemerintah merumuskan kebijakan dan perlindungan hukum bagi buruh harian lepas perihal pengupahan dan jam kerja yang sesuai dan layak.

Reporter: Irfan Arief