Interaktif News – Sidang perdana gugatan warga negara (citizen lawsuit/CLS) atas dugaan praktik jual beli emas ilegal yang bersumber dari aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Lebong, Bengkulu, digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas II Tubei, Rabu (17/12/2025). Namun, mayoritas pejabat daerah yang digugat justru mangkir.

Gugatan CLS tersebut diajukan oleh enam warga negara Indonesia yang menilai praktik jual beli emas ilegal hasil PETI telah berlangsung lama, masif, dan terkesan dibiarkan. Aktivitas tersebut tidak hanya dituding mempercepat degradasi lingkungan, tetapi juga memunculkan dugaan kuat adanya rantai pembiaran dari level desa hingga kabupaten.

Dalam gugatan itu, para penggugat mencantumkan sepuluh pejabat daerah sebagai tergugat diantaranya Bupati Lebong, Ketua DPRD, sejumlah kepala OPD hingga pejabat kecamatan dan desa. Selain itu, sembilan pihak lain turut digugat sebagai pihak yang diduga berperan sebagai penampung, pengelola, dan pemasar emas mentah hasil tambang ilegal.

Sidang yang dipimpin Hakim Ketua Ria Ayu Rosalin hanya dihadiri enam kuasa hukum dari para tergugat, sedangkan tiga lainnya sama sekali tidak hadir tanpa keterangan. Akibatnya persidangan tak dapat dilanjutkan ke pokok perkara.

Majelis hakim akhirnya memutuskan menunda sidang. Humas PN Kelas II Tubei, Cici Erya Utami penundaan dilakukan agar seluruh pihak diberi kesempatan memenuhi panggilan pengadilan secara patut. Sidang lanjutan dijadwalkan kembali pada Rabu, 7 Januari 2026, dengan agenda pemeriksaan para pihak.

Persatuan Masyarakat Lebong (PAMAL) selaku inisiator gugatan menyebut, absennya para pejabat tergugat justru mempertebal kecurigaan publik. Ketidakhadiran fisik para pemegang kewenangan dinilai mencerminkan rendahnya sensitivitas pemerintah daerah terhadap persoalan lingkungan dan perdagangan emas ilegal yang telah lama menjadi keluhan masyarakat.

“Gugatan CLS ini adalah jalan hukum terakhir setelah berbagai laporan, pengaduan, dan desakan publik dinilai tak membuahkan tindakan tegas. Kalau mereka mangkir justru mempertajam dugaan apa sebanarnya dibalik praktek kotor ini” kata Ketua PAMAL, Mashuri, Jumat, 19 Desember 2025.

Ia menjelaskan, gugatan ini tidak berdiri pada satu-dua individu, melainkan pada pola yang sistemik. Rantai persoalan berlapis, mulai dari dugaan pembiaran di tingkat desa, lemahnya pengawasan kecamatan, hingga tanggung jawab struktural pemerintah kabupaten.

“Kehadiran para pejabat di persidangan penting untuk membuka terang peran masing-masing, apakah sebatas kelalaian, kesengajaan, atau bentuk pembiaran yang berujung pada kerusakan lingkungan dan kerugian negara” kata dia.

Dalam gugatan tersebut, para penggugat menyoroti dugaan pelanggaran hukum berlapis. Pelanggaran UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang secara tegas mewajibkan kepemilikan IUP atau IPR.

Pasal 161 UU Minerba bahkan mengatur ancaman pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar bagi pihak yang menampung, mengolah, mengangkut, atau memperjualbelikan mineral yang tidak berasal dari pemegang izin.

Selain itu, aktivitas PETI dan perdagangan emas ilegal juga dinilai melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, terutama terkait kewajiban Amdal atau UKL-UPL serta prinsip tanggung jawab mutlak atas kerusakan lingkungan dan kerugian negara akibat aktivitas ilegal.

Penggugat lainnya, Domer Andiko, aktivis muda Lebong, menilai kerusakan lingkungan seperti rusaknya daerah aliran sungai, pencemaran merkuri dan sianida, serta hilangnya keanekaragaman hayati hanyalah dampak yang terlihat di permukaan. Di baliknya, terdapat dugaan kuat adanya perputaran uang besar dari hasil jual beli emas ilegal.

“Praktik ini berpotensi menyeret pelanggaran Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, khususnya terkait penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara, serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)” jelas dia.

Reporter: Iman SP Noya