Kasus pembangunan 48 kios ilegal di Pasar Panorama oleh Parizan Hermedi jelas menampar wajah pejabat Pemkot Bengkulu. Bagaimana mungkin ruang publik, yang seharusnya dikelola dengan tertib dan berlandaskan aturan, bisa disulap menjadi ladang bisnis pribadi lalu dijual kepada pedagang tanpa sepengetahuan publik luas? Pertanyaan yang lebih ironis; benarkah pejabat Pemkot tidak terlibat, atau enggan dilibatkan?

Sulit membayangkan seorang individu berani membangun puluhan kios di salah satu pasar terbesar di Bengkulu tanpa “lampu hijau” atau minimal pembiaran dari pihak berwenang. Fakta bahwa kios-kios tersebut kemudian dijual ke pedagang menunjukkan praktik terstruktur, ada yang membangun, ada yang menjual, dan ada yang menutup mata.

Publik kini bertanya-tanya, jika Parizan sudah ditetapkan sebagai tersangka, siapa yang seharusnya menyusul? Sebab logika sederhana menunjukkan, kejahatan tata ruang dan pengelolaan aset daerah tidak mungkin dilakukan sendirian. Ada pejabat yang lalai, ada birokrat yang abai, bahkan ada indikasi adanya “persetujuan diam-diam” yang seharusnya ikut diusut.

Pejabat Pemkot Bengkulu tidak dibiarkan berdiri di luar lingkaran seolah-olah buta dan tuli. Pemerintah adalah pengelola pasar, pemerintah pula yang memiliki kewenangan penuh atas izin dan tata kelola. Jika kios ilegal berdiri dan diperjualbelikan, maka tanggung jawab utama tetap berada di pundak Pemkot.

Lucu rasanya mendengar narasi sudah ada teguran dari pejabat kota. Apakah pengawasan pasar sebesar Panorama sedemikian longgar? Atau ada kepentingan tertentu yang membuat mata sengaja dipejamkan? Pertanyaan ini tidak boleh berhenti pada opini publik, tapi harus dijawab dengan penyelidikan hukum yang serius.

Kasus kios ilegal yang menyeret Parizan Hermedi bukan sekadar korupsi biasa, melainkan soal bobroknya tata kelola aset daerah dan runtuhnya integritas birokrasi, ada miliaran uang berputar. Jika aparat hukum hanya berhenti pada Parizan Hermedi, ini bukan penegakan hukum tapi panggung hinaan untuk nurani publik.

Masyarakat menunggu, siapa nama berikutnya yang berani disentuh hukum? Sebab kejahatan berjamaah hanya bisa diberantas dengan keberanian aparat menggali lebih dalam, bukan sekadar menangkap pion di lapangan. Parizan jangan pasang badan, ungkap siapa dalang? Kemana cuan disetorkan?

Redaksi