Wali Kota dan Pemakzulan 'Hukum Newton'

Corona Bengkulu

Poto Ilustrasi, Dok/lifehacker.com

Rabu, 25 Maret 2020 konsederan surat bernomor 360/68/BPBD/2020 bertangal 26 Maret 2020 milik Wali Kota Helmi Hasan bececeran di medsos. Salah satu penggiat medsos yang membagi-bagi surat itu adalah akun FB @Dedy Wahyudi yang juga menjabat wakil Wali Kota Bengkulu. Sepucuk surat itu kemudian menjadi perbincangan hangat sekaligus liar terutama di kalangan warganet. 

Dalam suratnya, Wali Kota menyampaikan permohonan dengan sangat (serius tanpa PHP) kepada gubernur agar melakukan lockdown wilayah bengkulu untuk mengantisipasi penyebaran wabah Corona. Surat tersebut berisi poin-poin yang mengekpresikan kecemasan wali kota terhadap wabah corona yang terus menyebar ancaman pada masyarakat. Wali kota dalam suratnya meminta gubernur melakukan penutupan akses darat, laut dan udara.

Tak hanya surat resmi, wali Kota juga melisankan kecemasanya terhadap wabah corona melalui beberapa press conference dengan media massa. Bahkan pada pada sesi wawancara di salah satu stasiun televisi, wali kota  nampak ngotot dengan permohonannya “...Segera pemerintah pusat melakukan lockdown” kata wali kota, di tvone, 28 Maret 2020. Wali kota nampak mengebu-gebu menyampaikan usulan lockdown.

Cemasnya wali Kota dengan wabah ini tak hanya sebatas minta lockdown. Wali kota juga melakukan kebijakan fantastis dengan merelokasi anggaran senilai Rp. 200 Miliar. Angka itu sangat wah! dibanding dengan daerah lain. Sebut saja, Bengkulu Selatan yang baru merolokasi anggaran Rp 6 Miliar atau Pemkab Seluma yang cuma merogoh kocek Rp 1,6 M untuk tangani wabah corona. Namun, melihat cemasnya wali kota dengan wabah ini angka itu menjadi biasa-biasa saja, makna sosiologis hukum ketiga Newton berlaku, Aksi=Reaksi.

Akan tetapi, agak sulit menyanding hukum Aksi=Reaksi ketika dihadapkan dengan ekpresi wali kota yang nampak santai usai menjalani Rapit Tes pada 31 Maret 2020. Wali kota yang baru saja dinyatakan negatif itu membuat pernyataan yang jauh dari ekpresi kecemasan. Berbeda jauh dengan ekpresi wali kota yang penuh cemas saat meyampaikan permintaan lockdown atau semangatnya wali kota saat menyampaikan relokasi anggaran Rp 200 M. 

Wali Kota dengan anteng berucap “Penyakit Covid ini flu, sesak nafas, banyak yang orang sembuh jadi nggak usah kita meresponya terlalu panik begitu” kata wali kota, dikutip di akun IG @betvbeken, Senin, 31 Maret 2020. Ekpresi wali kota yang berbalik 360 derajat ini sulit disanding dengan makna sosiologis dari hukum ketiga Newton, yang menghendaki adanya relevansi antara aksi yang dilakukan dengan reaksi yang ditimbulkan. Misalnya, Cemas=Mengelus dada, Santai=Bergoyang kaki, Sayang=Menikahi, Benci=Menceraikan.

Kalaulah makna sosiologis dari Hukum Ketiga Newton tak bergeser, ngototnya wali kota untuk lockdown dan semangatnya wali kota merelokasi anggaran Rp 200 M seharusnya diikuti dengan ucapan yang sepadan “Kita harus hati-hati, Flu ini sangat berbahaya, Banyak yang sudah meninggal” bukan sebaliknya. Kecuali Hukum ini telah dimakzulkan, layaknya corona yang mengkudeta pepatah lama menjadi “Bercerai Kita Selamat, Bersama Kita Wafat”. Wallahu A’lam Bisshawab.

Redaksi