Interaktif News – Wacana kriminalisasi perbuatan contempt of court kembali menguat seiring desakan agar lembaga peradilan mendapat perlindungan yang lebih jelas dalam hukum pidana Indonesia. Hal ini mengemuka dalam kajian akademik yang menilai tindakan merendahkan martabat pengadilan semakin sering terjadi dan belum diatur secara komprehensif.

Ripan Yudistra Sitepu, Mahasiswa Magister Hukum Universitas Bengkulu, mengatakan bahwa pengaturan contempt of court selama ini masih tersebar dalam beberapa pasal KUHP dan belum memberikan kepastian hukum yang memadai. “Banyak tindakan yang mengganggu peradilan, mulai dari keributan di persidangan, intervensi massa, hingga pemberitaan pers yang memengaruhi opini publik, namun belum memiliki payung hukum pidana yang tegas,” ujarnya.

Dalam makalah akademik yang dikaji, disebutkan bahwa sejumlah insiden mulai dari keributan massa di pengadilan, serangan terhadap hakim, hingga aksi walkout pengacara elah berulang kali mengganggu proses peradilan dan merendahkan kewibawaan lembaga kehakiman. Kondisi itu dinilai bertentangan dengan amanat UUD 1945 yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan kekuasaan kehakiman harus dijalankan secara merdeka.

Ripan menjelaskan bahwa kriminalisasi contempt of court diperlukan agar penegakan hukum berjalan objektif dan bebas dari tekanan pihak luar. “Ketika proses peradilan diintervensi, publik kehilangan kepercayaan. Karena itu, negara wajib memberi perlindungan terhadap hakim, persidangan, serta putusan pengadilan,” katanya.

Kajian tersebut menilai, pembaruan hukum melalui RUU KUHP sebenarnya telah mulai memasukkan rumusan tindak pidana yang berhubungan dengan perbuatan merendahkan kehormatan peradilan. Namun, ketentuan itu dianggap belum cukup spesifik untuk menjerat berbagai bentuk contempt of court yang berkembang dalam praktik.

Menurut Ripan, kriminalisasi diperlukan tidak hanya untuk memberikan sanksi, tetapi juga untuk memastikan integritas peradilan tetap terjaga. “Peradilan adalah wajah penegakan hukum. Jika wibawanya runtuh, maka seluruh sistem hukum ikut tergerus,” tegasnya.

Ia menambahkan bahwa penegasan aturan juga akan melindungi seluruh aktor hukum hakim, jaksa, pengacara, maupun pihak berperkar agar proses persidangan berlangsung tertib dan adil.

Wacana penyusunan regulasi khusus mengenai contempt of court sebelumnya juga muncul dari Mahkamah Agung dan akademisi hukum nasional. Namun hingga kini, belum ada undang-undang khusus yang secara eksplisit mengatur batasan maupun sanksinya.

Ditulis oleh Ripan Yudistra Sitepu S. H, dibimbing Dosen Magister Hukum pengampu mata kuliah politik Hukum Pidana Dr. Herlita Eryke, S.H., M.H. [Rls]