Interaktif News – Hidup Jeni Pratiwi Jayanti (32) berubah drastis dalam hitungan bulan. Perempuan asal Desa Cahaya Negeri, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma, Bengkulu, itu kini hanya bisa terbaring lemah di rumah sepupunya, tempat ia bergantung untuk seluruh kebutuhan dasar.

Jeni divonis menderita kanker usus besar, penyakit yang membuat tubuhnya menyusut hingga tinggal 37 kilogram. Untuk makan, mandi, hingga buang air, ia sepenuhnya membutuhkan bantuan keluarga.

Padahal sebelumnya, Jeni dikenal sebagai sosok yang aktif. Ia sempat menjadi asisten Wak Demin, konten kretor asal Bengkulu yang dikenal sebagai kreator dengan khas bahasa daerah masyarakat Seluma.

Namun pada Juli 2025, kondisi tubuhnya mulai menurun setelah ia merasakan nyeri hebat di bagian anus disertai keluarnya darah. Awalnya ia menduga hanya ambeien.

“Awalnya dikira ambeien. Tapi setelah dirujuk ke Rumah Sakit Ummi Bengkulu, ditemukan ada tumor, “tutur sang kakak, Leni Lita Pitriani, Rabu (19/11/2025).

Jeni sempat menjalani operasi pengangkatan tumor yang melekat di bagian ususnya. Sampel jaringan tubuhnya kemudian dikirim ke laboratorium di Palembang, dan hasilnya membuat keluarga terpukul.

Dokter menyatakan bahwa Jeni mengidap kanker usus besar yang letaknya sangat dekat dengan anus. Jenis kankernya tergolong ganas dan membutuhkan penanganan lanjutan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Jawa Barat.

“Hasil laboratorium menyatakan adik saya mengidap kanker usus besar yang ganas, dan sempat dirawat Rumah Sakit M Yunus Bengkulu yang kemudian memberikan rujukan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin di Bandung,” jelas Leni

Terkendala Biaya Rujukan

Meski biaya perawatan dasar ditanggung BPJS Kesehatan, keluarga tetap membutuhkan biaya besar untuk transportasi, akomodasi, serta kebutuhan hidup selama pendampingan di Bandung. Hingga kini, dana yang terkumpul baru sekitar Rp 2,8 juta. Jumlah itu masih jauh dari kebutuhan minimal sekitar Rp 15 juta.

Kondisi ekonomi keluarga yang terbatas membuat proses rujukan Jeni tersendat. Ia adalah ibu dua anak yang telah lama menjanda dan bertahun-tahun bekerja serabutan setelah berbagai usahanya gulung tikar.

Jeni pernah membuka usaha fotokopi dan laundry, namun keduanya tak bertahan lama. Kemudian ia bekerja membantu Wak Demin dan sempat mencoba membuat konten sendiri, tetapi tidak membuahkan hasil. Saat penyakitnya mulai menyerang pada pertengahan 2025, seluruh aktivitas itu berhenti total.

Keluarga berusaha mencari cara agar Jeni bisa tetap mendapatkan perawatan. Orang tua mereka bahkan mempertimbangkan menjual rumah, tetapi hingga kini belum ada calon pembeli.

“Kalau ada yang berminat membeli rumah, keluarga siap. Ini satu-satunya jalan agar Jeni bisa berobat,” keluh Leni.

Kini kondisi Jeni terus melemah. Ia tak mampu berjalan dan harus menggunakan popok setiap hari. Makan hanya satu hingga dua suap, dan ia kerap kesakitan bahkan saat sekadar membuang angin. Terkadang darah keluar dari area yang sakit.

“Kondisinya makin lemas, dia tidak mau makan. Tubuhnya tinggal 37 kilogram,” kata Leni dengan suara bergetar.

Sudah tiga minggu Jeni pascaoperasi. Sejak empat bulan terakhir, ia tinggal di rumah sepupunya yang kini merawatnya sehari-hari.

Di tengah situasi yang kian mengkhawatirkan, keluarga berharap ada uluran tangan dari pemerintah daerah maupun masyarakat. Bantuan apa pun, kata Leni, sangat berarti untuk memperpanjang harapan hidup sang adik.

“Dokter bilang harus cepat ditangani. Kami hanya ingin mengusahakan yang terbaik untuk Jeni,” ucapnya.

Reporter: Deni Aliansyah Putra