Interaktif News – Gedung megah yang seharusnya menjadi rumah besar bagi lebih dari 70 ribu anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) di Bengkulu kini justru berubah fungsi. Alih-alih menjadi pusat aktivitas organisasi abdi negara, gedung tersebut kini ditempati oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bengkulu.

“Pencaplokan” yang dinilai berlangsung tanpa transparansi ini memantik polemik, memunculkan pertanyaan serius soal legalitas, tanggung jawab pemerintah daerah, hingga nasib ribuan aparatur sipil negara yang kehilangan ruang representasi organisasinya.

Belakangan terungkap, gedung tersebut disebut-sebut disewa secara “paksa” oleh OJK untuk masa pemanfaatan selama lima tahun. Namun dana sewa itu tidak pernah benar-benar diterima dalam bentuk uang tunai. Informasinya, nilai tersebut justru dikonversi menjadi biaya rehabilitasi gedung.

Skema ini memicu kecurigaan, sebab di sisi lain, anggota KORPRI secara umum disebut tidak pernah benar-benar mengikhlaskan gedung tersebut dialihkan. Ironisnya, penyerahan gedung justru dilakukan oleh pengurus tanpa persetujuan resmi dari struktur organisasi secara menyeluruh.

Gedung KORPRI yang berlokasi strategis di pusat Kota Bengkulu itu sejatinya dibangun dari semangat kolektif pegawai negeri, melalui urunan anggota serta dukungan anggaran daerah. Fungsinya bukan hanya simbol organisasi, tetapi juga pusat kegiatan pembinaan, rapat besar, hingga aktivitas sosial.

Dalam kesehariannya, aula gedung itu juga kerap dimanfaatkan oleh anggota KORPRI untuk berbagai hajatan keluarga dengan biaya sewa yang sangat terjangkau, sebagai bentuk manfaat nyata organisasi bagi anggotanya.

Namun sejak gedung dikuasai OJK, seluruh fungsi tersebut terhenti. Kegiatan organisasi yang baru saja merayakan HUT ke-54 ini tak lagi memiliki ruang tetap. Aula yang dulu menjadi tempat pernikahan, pelantikan, hingga silaturahmi kini tak lagi bisa digunakan. KORPRI kehilangan bukan hanya aset fisik, tetapi juga ruang sosial yang selama ini menjadi perekat ribuan ASN di Bengkulu.

Akibatnya, kantor KORPRI Bengkulu kini “nyempil” di area Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Bengkulu dengan fasilitas yang sangat terbatas. Sebuah ironi besar, mengingat gedung yang kini ditempati OJK tersebut dibangun dari keringat dan iuran para anggota KORPRI sendiri. Di tingkat bawah, banyak ASN yang bahkan tidak lagi mengetahui secara pasti di mana keberadaan kantor organisasi mereka.

Seorang pengurus KORPRI yang enggan disebutkan namanya secara blak-blakan mengungkapkan kekecewaan mendalam atas kondisi itu. “Seolah-olah OJK ingin memiliki gedung tersebut. Padahal janji awal cuma sewa lima tahun. Sekarang ini sudah masuk tahun ke enam, tapi tidak ada kejelasan sama sekali,” ujarnya.

Ia menegaskan, sejak awal banyak anggota yang sebenarnya tidak setuju, namun keputusan pengalihan tetap dilakukan tanpa melalui mekanisme persetujuan organisasi yang utuh. “Jika memang hanya skema sewa, mengapa hingga kini tidak ada pengembalian gedung kepada KORPRI? Dan jika sudah berubah status menjadi rehabilitasi sebagai ganti sewa, di mana dasar hukumnya” kata dia.

​”Sudah sepantasnya OJK Perwakilan Bengkulu bersikap mandiri. Sangat tidak ada kepeduliannya menjaga keseimbangan kepentingan untuk mendirikan gedung OJK tersendiri. Seperti tidak ada mata hati nuraninya terhadap kepentingan hampir 70.000 orang ASN yang kehilangan kesempatan untuk memanfaatkan gedung tersebut,” sambung dia lagi.

Senada yang disampaikan pengurus lainnya yang turut menyesalkan gedung  KORPRI dimanfaatkan tanpa kejelasan. Pengurus yang ikut terlibat dalam proses ‘pemaksaan’ sewa tersebut mengaku cuma turut perintah atasan.

“Kami ikut saja waktu itu kebijakan dari atasan, barusan kemaren diperpanjang” kata dia yang secara khusus megundang wartawan di Warung Palembang, Pintu Batu, Kota Bengkulu, Selasa, 2 Desember 2025. ***