Interaktif News – Lebih dari 4.000 orang penduduk di Pulau Enggano Provinsi Bengkulu mengeluhkan lambannya sikap pemerintah soal ketiadaaan transportasi kapal yang sudah berlangsung lebih dari dua pekan di pulau itu.

Mulyadi Kauno, Ketua Pengurus Daerah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Enggano, mengatakan, akibat tidak adanya kapal yang masuk ke Pulau Enggano, kini mereka terancam terisolir.

“Mulai dari kebutuhan bahan pokok, pasokan BBM dan pengiriman hasil panen pertanian semua sudah tersendat sekarang,” katanya.

Paabuki atau Pimpinan Kepala Suku di Enggano, Milson Kaitora menambahkan, berhentinya akses transportasi kapal laut di Enggano menunjukkan kelambanan tindakan dari pemerintah daerah.

Pelabuhan Pulau Baai yang selama ini menjadi tempat berkumpulnya kapal untuk tujuan ke Pulau Enggano, nyatanya sudah mengalami pendangkalan.

“Masa tidak ada antisipasi dari sebelum-sebelumnya. Kini alur pelabuhan dangkal, dampaknya sudah meluas kemana-mana. Yang paling merasakan kini, kami orang-orang di pulau,” kata Milson.

Harga Bahan Pokok Mulai Naik

Imbas tidak adanya transportasi ke Pulau Enggano kini mulai berdampak kepada para ibu rumah tangga. Harga-harga bahan pokok, kini mulai melonjak naik.

“Bawang sudah Rp70 ribu sekilo. Minyak goreng sudah sampai Rp26 ribu. Kalau telur sudah tidak ada lagi yang jual di warung,” kata perempuan adat Enggano, Windi Aprilia.

Ia khawatir, jika kondisi ini berlanjut hingga satu bulan. Maka akan menjadi masalah pelik bagi para perempuan di Pulau Enggano, utamanya untuk memenuhi kebutuhan makan di rumah mereka.

Tak cuma itu, kini menjelang masuknya pelajar sekolah. Menurut Windi, di beberapa sekolahan banyak murid bahkan guru yang sedang berada di Kota Bengkulu tidak bisa kembali ke Pulau Enggano.

Termasuk, kini ada beberapa siswa yang sedianya hendak mengikuti tes Paskibraka pada tanggal 14 April 2025 mendatang, juga terancam gagal untuk mengikuti ujian.

“Saya mestinya tanggal 8 April ini masuk kuliah untuk menyelesaikan skripsi. Kini, jadi tidak bisa berangkat ke Bengkulu. Mohonlah bantuannya ke pemerintah,” tambah Sonia Agustin, mahasiswi Politeknik Kesehatan Bengkulu.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Wilayah AMAN Bengkulu Fahmi Arisandi mengatakan, agar ada tindakan cepat dari pemerintah daerah untuk menyiasati kondisi transportasi di Pulau Enggano.

Ketersediaan kapal angkut yang minim dan belum mencukupi kebutuhan penumpang serta belum penuhnya jasa penerbangan di Pulau Enggano, sudah menjadi masalah pelik sejak 10 tahun ini bagi masyarakat adat dan penduduk di Pulau Enggano.

Menurutnya, pengerukan alur untuk pelabuhan Pulau Baai yang kini sedang dikerjakan oleh pemerintah seharusnya harus didukung dengan upaya mitigasi bagi kelangsungan hidup masyarakat.

“Idealnya, ditengah tidak ada kepastian kapan jadwal selesainya pengerukan alur di Pelabuhan Pulau Baai yang berakibat pada berhentinya aktivitas kapal ke Pulau Enggano, pemerintah harus pikirkan rencana mitigasi.

Kalau hal tersebut tidak dilakukan akan mengancam kelangsungan hidup masyarakat adat Pulau Enggano, yang kita semua tahu bahwa untuk kebutuhan bahan pokok, pasokan BBM, pengiriman hasil panen, layanan pendidikan dan kesehatan mereka masih mengandalkan pada layanan transportasi kapal.

Karena itu, kami ingatkan. Bahwa saat ini ada ribuan orang di Enggano terancam hidup darurat. Jangan sepelekan keluhan mereka,” kata Fahmi.

Editor: Irfan Arief