Interaktif News – Puluhan mobil truk pengangkut batu bara diduga kuat merupakan kendaraan bodong alias tidak memiliki surat-surat resmi. Kendaraan-kendaraan ini disebutkan milik salah satu perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.

Informasi yang dihimpun, truk-truk ini digunakan secara aktif dalam kegiatan pengangkutan batu bara dari lokasi tambang. Namun ironisnya, kendaraan berat tersebut tidak memiliki kelengkapan administrasi maupun dokumen legalitas lainnya yang semestinya dimiliki kendaraan operasional.

Sekretaris Umum Garda Rafflesia Provinsi Bengkulu Freddy Watania menduga perusahaan tambang pemilik truk tersebut sengaja menggunakan kendaraan bodong untuk menghindari pajak dan memotong biaya operasional. Praktik ini tentunya berpotensi merugikan negara

“Jika informasi itu benar kami minta agar truk-truk yang diduga bodong itu ditertibkan. Ini bukan hanya soal pelanggaran aktivitas pertambangan tapi juga soal kejahatan administrasi yang bisa berdampak luas terhadap kerugian keuangan negara,” tegas Freddy

Seperti diketahui, puluhan truk angkutan batu bara jenis Hino 700 diduga tidak memiliki surat menyurat dan dioperasikan secara illegal. Truk-truk dengan mayoritas bernomor polisi BM (Riau) dan B (Jakarta ) ini sudah beroperasi tahunan di area pertambangan batu bara Bengkulu Utara.

Freddy pun meminta aparat penegak hukum untuk turun tangan memeriksa seluruh alat transportasi yang digunakan perusahaan pertambangan batu bara dan perkebunan di Bengkulu. Ia mensinyalir praktek serupa juga dilakukan perusahaan lain.

“Ya ini kan yang baru ketahuan, kita tidak tahu mungkin ada puluhan atau ratusan alat transportasi di lokasi pertambangan dan perkebunan. Mungkin alat berat bisa juga truk dan lain-lain. Semuanya harus diperiksa, kami menduga praktek ini juga dilakukan perusahaan lain” kata Freddy

Sementara perusahaan pemilik truk batu bara yang diduga bodong tersebut sejauh ini belum menanggapi konfirmasi dari media ini. Pesan WhatApps yang dikirim belum dibalas dan diabaikan.

Editor: Mahmud Yunus