Gedung Balai Buntar sebelum di Renovasi. Foto/Dok
Interaktif News - Bagi masyarakat Provinsi Bengkulu khususnya warga Kota Bengkulu, pasti sudah tidak asing lagi dengan gedung serba guna ini. Gedung yang terletak di samping rumah dinas Wakil Gubernur Bengkulu tepatnya di Jalan Gedang, Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu ini, Didirikan pada tahun 1979 masa pemerintahan Gubernur Soeprapto.
Nama Balai Buntar dipilih dari nama salah seorang Raja di Sungai Lemau untuk mengenang kesuksesan beliau dalam memimpin. Gedung yang berdiri megah ini adalah aset daerah yang ditujukan untuk kegiatan serba guna bagi masyarakat Provinsi Bengkulu.
Mengutip dari Suara Melayu.com, Gedung Balai Buntar merupakan representasi dari rumah adat Melayu Kota Bengkulu. Meskipun saat didirikan Tahun 80-an, Kota Bengkulu masih banyak rumah bercirikan khas adat Melayu tegak berdiri.
Hingga sekira setahun yang lalu, Gedung Balai Buntar di Jalan Gedang Ibukota Bengkulu, Provinsi Bengkulu masih seperti apa adanya, seperti saat didirikan dulu. Setiap orang yang melintas Jalan Gedang, entah itu wisatawan lokal atau bukan interlokal, saat melihat Gedung Balai Buntar pasti akan berucap, “Nah….Itu Rumah Adat”.
Tapi kini, itu semua hanya kenangan. Gedung Balai Buntar kini sunah direnovasi menjadi bangunan modern. Meskipun bubungan atap masih berbentuk Limas, namun ironisnya tangga yang menjadi pokok filosofinya dari rumah adat Melayu Bengkulu sudah dipapas. Dibuang dan dihilangkan dari ciri khasnya.
Pertanyaannya adalah, seberapa penting peduli pada bangunan Rumah Adat itu di zaman kini? Apa masalahnya tangga itu dibuang dan makna filosofinya?
Tentu, penghargaan terhadap kebudayaan lokal itu sangat penting. Mengenyampingkan adat istiadat daerah, itu menunjukan seseorang yang mungkin gubernur atau walikotanya tidak punya kepedulian terhadap adat. Bahasa Melayu Bengkulunya, “Idak tau kek adat atau idak beradat”.
Mengertikah kita bahwa bangunan Rumah Adat yang tetap didirikan, diadakan dapat dijadikan momentun salah satu pengenalan kebudayaan daerah. Bangunan Rumah Adat dapat dijadikan nilai ekonomis. Lantas, bila bangunan itu ditiadakan, itu menunjukan seseorang tidak peduli akan kekayaan kebudayaan daerah. Apalagi mengerti akan makna dari filosofinya.
Tangga dalam Rumah Adat, merupakan salah satu dari keseluruhan bangunan. Perlu diingat, tangga salah satu identitas, tingkat atau kasta sosial dalam masyarakat kala itu. Dengan tangga yang ada di depan rumah, menunjukan masyarakat welcome terhadap siapa saja yang ingin bertandang.
Masalahnya sekarang adalah, apakah dengan hilangnya ciri khas bangunan yang representasi Rumah Adat, Gedung Balai Buntar, menunjukan kepala daerah tidak perduli akan kebudayaan lokal? Nah, kalau itu soal lain.
Sejarah Gedung Balai Buntar
Mengutip Harian Radar Bengkulu, Ketua Dewan Harian Daerah Pejuang 45 Provinsi Bengkulu H. Syarif Syafri menceritakan, Gedung rakyat yang saat ini lebih dikenal dengan sebutan gedung Balai Buntar, dibangun pada masa Pemerintahan Gubernur Soeprapto, sekitar tahun 1979. Fungsi gedung Balai Buntar, menurut Syarif, untuk kepentingan umum, baik itu pernikahan atau acara dan pertemuan-pertemuan yang dilaksanakan masyarakat Bengkulu. Seperti keinginan Gubernur Soeprapto ketika itu.
Balai Buntar, menurut keterangannya diambil dari nama salah seorang pemimpin Kerajaan Sungai Lemau (1625) bernama Raja Balai Buntar. Ketika kerajaan Sungai Lemau dipimpin Raja Balai Buntar, lanjutnya, kerajaan yang mayoritas penduduknya merupakan suku Rejang ini terkenal sangat pemberani.
“Alasannya sederhana, kenapa gedung dan makam pahlawan di Bengkulu ini dinamakan Balai Buntar, karena ingin mengenang dan rasa bangga kita kepada pemimpin Kerajaan Sungai Lemau bernama Raja Balai Buntar. Ketika zaman kolonial Belanda, saya lupa tahunnya, ada nama tempat dinamakan Balai Buntar, dijadikan sebagai tempat pertemuan Raja-Raja,” ujar Syarif sambil kembali mengingat-ingat.
Selain itu, Syarif juga menyimpan rasa kecewa kepada masyarakat Bengkulu yang dinilainya kurang peduli terhadap sejarah lokal Bengkulu. “Kerajaan Sungai Lemau maupun Raja Balai Buntar, adalah sejarah yang situsnya hilang tertanam tanah. Sayangnya masyarakat kita cuek dengan hal-hal seperti ini, membuat sejarah Bengkulu makin tenggelam. Berbeda bila kita bandingkan dengan masyarakat Jawa,” ujarnya.
Lebih terperinci sejarah mengenai Balai Buntar diungkapkan Sejarahwan Bengkulu Drs. Agus Setyanto, M.Hum. Menurutnya, Sungai Lemau bukan sebuah kerajaan pada umumnya. Tapi sebuah wilayah adat yang diberikan nama. Masa kolonial Inggris dan Belanda di Bengkulu, petinggi Sungai Lemau diangkat menjadi birokrat kolonial atau dibirokratisasikan.
Agus memiliki sebuah arsip yang diperolehnya dari arsip Nasional, tentang silsilah pemimpin kerajaan Sungai Lemau. Dalam arsip berbentuk seperti peta dan didominasi tulisan Arab itu, dipangkal atasnya tertulis berbahasa latin, “Bahwa inilah surat tuturan orang Balai Banto yaitu Sungai Lemo asalnya turunan dari Negeri Minangkabau Istana Pagaruyung.”
Masih tertulis dalam arsip, silsilah pemimpin Sungai Lemau dimulai dari Baginda Raja Sakti, Ria Bakoe, Kudu, Ria Ludir, Balai Banto atau Balai Buntar, Syebayam, Seratap, Depati Kembang Abur, Depati Pinang dan Depati Sukabela. Namun tidak disebutkan mulai dan berapa tahun masing-masing nama tersebut menjadi pemimpin kerajaan Sungai Lemau.
Masih menurut Agus, ketika kerajaan Sungai Lemau dipimpin oleh Balai Buntar, masyarakat mulai merasakan kemakmuran. Selain gagah berani, Balai Buntar dikenal dermawan, sehingga nama Balai Buntar ketika itu sangat dikenal dan termasyhur.
“Jadi tidak heran bila, nama Gedung dan makam pahlwan di Bengkulu ini dinamakan Balai Buntar. Untuk mengenang salah seorang pemimpin asli Bengkulu yang sangat termasyhur dizamannya,” terang Agus.
Ada 4 sifat kepemimpinan dasar seorang Balai Buntar, sekaligus menjadi 4 perkara yang minimal harus dimiliki pemimpin zaman dahulu. Pertama, Tuah Hati Betul (dewasa sekali), kedua, Bermurah Tangan Adanya (suka membantu dan turun langsung melihat rakyatnya), ketiga, Bermuka Manis Adanya (Jiwa melayani dan ramah tanpa ada sifat emosional serta arogan) dan keempat Berlidah Fasih (paham dan pintar menerangkan adat istiadat, agama dan segala sesuatunya).
“Empat perkara tersebut menjadi pedoman, minimal yang harus dimiliki seseorang bila ingin jadi pemimpin saat zaman dahulu. Walau tidak memiliki data yang jelas, paling tidak empat perkara tersebut dimiliki oleh seorang Balai Buntar,” tutupnya.
Wajah Baru Gedung Balai Buntar
Pemerintah Provinsi Bengkulu pada APBD 2018 lalu berinisiatif mengalokasikan dana untuk melakukan renovasi gedung Balai Buntar secara total. Proyek renovasi ini adalah yang pertama sejak gedung balai buntar berdiri, selebihnya hanya dilakukan perbaikan-perbaikan kecil. Tidak tanggung-tanggung Pemprov Bengkulu menggelontorakan anggran 8 Milyar lebih untuk mempercantik salah satu ikon Provinsi Bengkulu ini.
Renovasi ini dilakukan, melihat kondisi Gedung Balai Buntar yang tidak sedap dipandang dan mengalami kerusakan di beberapa titik karena kurangnya pemeliharaan.
Kontraktor pelaksana, PT Jasa Cerah Mentari mengungkapkan kepada media ini bahwa target pekerjaan akan selesai sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Proyek yang dimulai sejak Juli lalu ini rencananya akan segera di serah terimakan bulan Desember mendatang.
Wajah baru Gedung Balai Buntar setelah di renovasi. Foto/Dok: Bengkuluinteraktif.com
“Insyaallah pekerjaan sesuai dengan kontrak, tinggal pekerjaan finishing, tahun depan sudah bisa kembali digunakan masyarakat dan lebih nyaman dari sebelumnya” Kata Aprianto, Direktur Utama PT Jasa Cerah Mentari, Minggu, (25/11).
Dari pantauan media ini, renovasi yang dikerjakan kontraktor asal Kota Bengkulu ini meliputi renovasi tampilan depan dari yang semula berbentuk tanggal lebar menjadi bangunan berbentuk balkon. Demikian juga dengan tampilan kiri, kanan, dan belakang diganti dengan bangunan balkon yang berpenampilan minimalis. Bagian dalam gedung juga mengalami perbaikan total, tempat duduk tribun atas dari semula berbahan material kramik menjadi lantai berbahan granit.
“Perbaikannya total mas, mulai dari kamar mandi, pintelasi, sistem penerangan,pelafon, panggung depan, hingga atap namun, untuk konstruksi atap tetap kita pertahankan bentuk lama karena itu ciri khas bangunan Bengkulu, hanya bahan atap yang kita ganti dengan bahan yang lebih berkualitas” Ucap Aprianto sembari menunjukan titik-titik perbaikan.
Dianggarkan Kembali Pada 2019
Setelah menuntaskan pembangunan gedung Balai Buntar tahap pertama, Proses pengerjaan Gedung Balai Buntar memasuki fase selanjutnya, yaitu pembangunan halaman, parkiran, gapura dan pagar, yang dikerjakan oleh CV. Jaya Putra Lindo dan masuk dalam penganggaran APBD Tahun 2019 sebesar Rp. 2.26 Miliar.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah saat meninjau langsung ke lokasi Gedung Balai Buntar mengatakan, Dirinya ingin memastikan proses pengerjaan pada tahap ini dikerjakan sesuai dengan perencanaan, seperti bahan material bangunan harus sesuai spesifikasi dan tukang (pekerja) yang berpengalaman. Jika hal tersebut dilakukan, tentu hasilnya nanti tidak mengecewakan.
“Pengawas lapangan dan OPD terkait, harus pantau terus proses pengerjaan pembangunan ini. Kalau perlu, para pekerja di tes dahulu, jika sesuai dan pas baru boleh dilanjutkan. Hal ini untuk mengantisipasi, agar hasil akhir bangunan tidak asal jadi,” tegas Rohidin, Minggu (17/7) usai meresmikan dimulainya pembangunan penataan kawasan pesisir di Pantai Panjang.
Dihadapan para pekerja, Rohidin menghimbau agar proses pengerjaan harus dilakukan sesuai standar, karena ini akan digunakan untuk acara besar/seremonial yang akan menampung orang banyak. “Ini fasilitas yang akan digunakan banyak masyarakat Bengkulu, jadi demi Bengkulu saya tekankan kepada semua pihak yang terlibat dalam proyek ini, dapat mengerjakan dengan penuh tanggung jawab dan komitmen kuat,” tukasnya.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah bersama OPD saat meninjau progres pembangunan Balai Buntar. Foto/Dok: Mc
Ditambahkan Rohidin, karena proyek lanjutan ini beda kontraktornya, maka harus ditinjau sejak awal agar hasilnya sesuai perencanaan. Melihat hasil akhir pembangunan balai buntar, dirinya sedikit kecewa dengan tatanan penerangan gedung tersebut, menurutnya ukuran lampu terlalu kecil, sehingga tidak sinkron dengan bangunan gedung yang luas.
“Jangan sampai seperti pembangunan sebelumnya, lampu yang digunakan tidak ‘matching’ atau pass dengan bangunan Gedung, dan beberapa kaca sudah banyak yang pecah. Maka untuk pembangunan lanjutan ini, kepada pengawas dan OPD teknis dapat secara ektra memberikan pengawasan. Kemudian juga pantau titik-titik yang dianggap butuh perbaikan, ataupun diberikan semacam tindakan lain untuk mempercantik gedung,” sampai Gubernur.
Sementara, Kepala Dinas PUPR Provinsi Bengkulu Mulyani mengatakan, pihaknya akan menjalankan perintah sesuai intruksi Gubernur. Terkait penataan lampu yang kurang sesuai, dirinya menjawab kontraktor tidak bisa merubah spesifikasi, jika dari awal perencanaannya seperti itu, jadi kita akan upayakan ubah pada anggaran tahun selanjutnya atau pada tahap rehab gedung.
“Dari perencanaan sudah begitu (tatanan lampu), kita tidak koreksi sampai disitu. Pihak kontraktor juga sudah tidak bisa tanggung jawab, karena sudah lewat masa pemeliharaan. Kalau bisa diajukan, tahun depan akan kita masukkan dalam APBD,” terang Mulyani.
Sudah Mulai di Fungsikan
Pada pekan olahraga wilayah (Porwil) X se sumatera 2019 yang dilaksanakan di Provinsi Bengkulu. Gedung Balai Buntar juga turut di gunakan. salah satunya untuk pertandingan cabang olahraga (cabor) Tinju yang berlangsung dari 3 hingga 9 November 2019 mendatang. (***)
Editor: Alfridho Ade Permana