Massa Tuntut Kepala Balai Sumatra VII Mundur

Massa Tuntut Kepala Balai Sumatra VII Mundur

Massa aksi dari Konsorsium LSM Bengkulu saat mengelar aksi demonstrasi di Kantor Balai Sumatra VII Bengkulu, Senin, 17 September 2018, Foto: Dok

Interaktif News –Konsorsium LSM Provinsi Bengkulu bersama dengan warga Seluma menuntut mundur Kantor Balai Wilayah Sungai Sumatra (BWSS) VII Provinsi Bengkulu. Tuntutan mundur ini disampaikan dalam Aksi Demontrasi yang digelar di halaman Kantor BWSS VII Provinsi Bengkulu, Senin, (17/10/2018).

Dalam orasinya Konsorsium meminta Kepala Balai bertanggungjawab atas terbengkalainya proyek Rehabilitasi Irigasi Air Seluma yang dikerjakan PT Adhitya Mulia Mitrasejajar (AMMS). Proyek yang dibiayai APBN 2018 itu dikerjakan sejak Februari lalu dan akan berakhir pada November mendatang. Namun, progress fisik proyek masih tidak sebanding dengan uang negara yang telah dikucurkan. 

“Kemaren kita baru saja berkunjung ke lokasi proyek yang nampak hanya saluran irigasi yang kering tidak ada tanda-tanda bakal selesai sesuai tepat waktu. Sudah hampir setengah tahun warga menunggu air namun, irigasi tak kunjug ngalir, sudah dua kali petani gagal tanam tapi tidak ada solusi yang ditawarkan pihak Balai” teriak Syaiful Anwar dalam orasinya.

"

Tertulis di spanduk, massa juga meminta pihak BWSS VII Bengkulu memutus kontrak denga pihak AMMS dan menyarankan aparat penegak hukum untuk turun tangan mengusut dugaan pelanggaran yang terjadi pada pelaksanaan proyek.

“Proyek ini dipastikan bermasalah secara hukum sebaiknya aparat segera turun untuk mengantisipasi kerugian negara, jangan sampai menunggu kerugian terjadi baru ada tindakan, dan sebagai catatan kalau Kepala Balai tidak mampu berikan solusi sebaiknya mundur saja” kata Syaiful Anwar ketika diwawancarai media.

Lebih jauh, Sadikin Ali perwakilan demonstran menjelaskan teknis permasalahan proyek yang menurutnya sudah wajib diputus kontrak karena menyalahi Permen PU. Sadikin merujuk pada SE Menteri PUPR Nomor 07/Db/2015 tentang tata cara penanganan kontrak kritis.

Disebutakan Sadikin, dalam huruf  E angka 2, kontrak kritis dapat diuji dengan dengan cara sebagai berikut yaitu; Ketika realisasi fisik pelaksanaan terlambat lebih besar 10% pada periode I (rencana fisik pelaksanaan 0%-70% dari kontrak) atau terlambat lebih besar 5% pada  periode II (rencana fisik pelaksanaan 70%-100% dari kontrak) maka sesui dengan difinisi kontrak kritis yang dimaksud dalam SE tersebut, kontrak proyek Rehablitasi Jaringan Irigasi D.I Air Seluma sudah lebih dari kritis dan atau dapat disimpulkan sebagai kontrak gagal. 

“Seharusnya PPK melakukan pemutusan kontrak secara sepihak karena sudah dapat dipastikan kontraktor pelaksana tidak kompeten dalam melaksanakan proyek. Kami mensiyalir banyak regulasi yang dilanggar termasuk Perpres 54 Tahun 2010 dan perubahan terakhirnya tentang pengadaan barang/jasa pemerintah serta Permen PU No.07/PRT/M/2014 tentang tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Konsultansi” kata dia.

Waktu pelaksanaan proyek lanjut Sadikin, adalah 240 hari kalender terhitung sejak kontrak ditandatangani 28 Februari 2018 dan atau akan berakhir pada tanggal 05 November 2018. Artinya waktu kontrak yang telah digunakan oleh pihak kontraktor terhitung sampai dengan tanggal 17 September 2018 adalah 201 hari kalender atau telah dugunakan lebih 80% dari waktu yang telah ditetapkan dalam kontrak yaitu 240 hari kalender. Sedangkan progres fisik proyek di lapangan berbanding terbalik 100 kali lipat dari waktu yang telah digunakan.

"Estimasi perhitungan kami progres fisik proyek di lapangan tidak lebih dari 50% sehingga kami menyimpulkan pelaksanaan paket proyek tersebut masuk dalam katagori proyek dalam kontrak kritis dan wajib diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku" jelas Sadikin

Balai Beri Penjelasan

Rombongan Balai Sumatra VII yang langsung dipimpina Abustian, ME selaku Kepala Balai menjelaskan kepada demonstran bahwa proyek masih berjalan dan waktu yang terikat dalam kontak masih sampai November 2018. Balai meminta diberikan kesempatan untuk diselesaikan sampai dengan akhir waktu kontrak dan waktu penambahan 50 hari setelah waktu kontrak sebagaimana diatur dalam Perpres. “Kita selesaikan dulu pertandingannya baru kami diberi penilaian" kata Kepala Balai Sumatra VII, Abustian kepada utusan demonstran.

Balai Sumatra VII Saat Memberikan Penjelasan Dihadapan Demontran

PPK Proyek Irigasi Air Seluma juga menjelaskan bahwa porgres fisik proyek sudah mencapai 60% dan sudah dua kali pembayaran (termyn) dengan rincian 20% pembayaran tahap pertama, 20% pembayaran tahap kedua ditambah dengan uang muka 20% jadi total uang negara yang sudah dikeluarkan mencapai 60%. 

Dikutif dari LPSE Kementrian PUPR Total anggaran yang disepakati dalam kontrak antara BWSS VII Bengkulu dengan pihak PT Adhitya Mulia Mitrasejejar adalah Rp 9.790.013.000,00. Dengan demikian uang negara yang telah dikeluarkan untuk membiayai proyek yang dituduh terbengkalai tersebut mencapai Rp 5.874.007.800,00 atau 60% dari total anggaran. 

Sebelumnya masalah proyek Rehabilitasi Irigasi Air Seluma juga mendapat sorotan dari masyarakat Seluma. Sekira 2 bulan lalu, 52 Kelompok Tani dari Kabupaten Seluma yang terkena dampak pengeringan irigasi mendatangi DPRD Seluma untuk meminta DPRD mencarikan solusi karena petani tidak bisa turun ke sawah.

Namun, permasalahan pengeringan irigasi Air Seluma tidak kunjung menemukan solusi. Sampai dengan saat ini petani yang terkena dampak proyek tidak bisa memanfaatkan lahan karena tidak ada air irigasi yang selama ini menjadi sumber utama pengairan sawah. 

Reporter : Freddy Watania, Alfridho Ade Permana
Editor : Riki Susanto