Di tengah perbukitan Kecamatan Hiliran Gumanti, Talang Babungo, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, sebuah rumah panggung sederhana berdiri kokoh di Jorong Tabek. Dibangun secara gotong royong oleh masyarakat pada 2019, rumah berukuran 4×20 meter ini kini dikenal sebagai Rumah Pintar KBA Jorong Tabek. Lebih dari sekadar tempat baca atau belajar, rumah ini telah tumbuh menjadi pusat kegiatan ekonomi sirkuler yang menjadikan sampah sebagai sumber daya dan keterbatasan sebagai kekuatan. Di sinilah semangat kolaborasi warga dan inovasi lokal menemukan ruang hidupnya.

Transformasi ini tak lepas dari peran penting PT Astra International Tbk melalui program Kampung Berseri Astra (KBA). Program ini tidak hanya memberikan dukungan sarana, tetapi juga mendampingi warga dalam pengembangan kapasitas, pelatihan, dan penguatan kelembagaan ekonomi lokal. Dengan pendekatan berbasis partisipasi, Astra menjadi mitra strategis yang mendorong terciptanya sistem ekonomi mandiri di Jorong Tabek. Astra tak hanya hadir sebagai penyumbang dana, tetapi sebagai penggerak ekosistem yang memperkuat potensi desa dari dalam.

Kampung Berseri Astra (KBA) Jorong Tabek, Kecamatan Hiliran Gumanti, Talang Babungo, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Foto: Dok

Kampung Berseri Astra (KBA) Jorong Tabek, Kecamatan Hiliran Gumanti, Talang Babungo, Kabupaten Solok, Sumatra Barat, Foto: Dok

Dari rumah ini, lahir berbagai rantai produksi berbasis prinsip ekonomi sirkuler. Salah satu yang paling menonjol adalah produksi gula semut aren, yang dihasilkan dari nira pohon enau yang tumbuh di dataran tinggi lebih dari 1.500 meter. Dengan suhu sejuk 18–24°C, produk gula semut Jorong Tabek memiliki keunggulan rasa dan kualitas. Produksi dilakukan oleh sekitar 20 kepala keluarga dan saat ini mampu menghasilkan 10–20 kg per hari, dengan potensi maksimal hingga 50 kg jika didukung akses pasar yang lebih luas.

Limbah dari produksi gula semut tidak dibuang, melainkan dimanfaatkan sebagai bahan baku budidaya maggot (larva lalat BSF). Maggot ini dibesarkan menggunakan limbah organik seperti ampas nira dan sisa dapur warga. Setelah dewasa, maggot digunakan sebagai pakan alami untuk Kolam Ikan KBA, menutup siklus limbah menjadi sumber pangan dan pendapatan. Ini bukan hanya solusi ekologis, tapi juga menambah nilai ekonomi yang bisa dirasakan langsung oleh warga.

Kolam Ikan KBA kini menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Selain sebagai tempat budidaya, kolam ini dibuka untuk umum sebagai tempat rekreasi dan olahraga pancing. Rata-rata penghasilan bersih kolam ini mencapai Rp5 juta per bulan. Dana ini sebagian digunakan untuk membantu warga kurang mampu dalam hal pendidikan dan kesehatan, menciptakan sirkulasi keuntungan ekonomi yang bersifat sosial.

Di sisi lain, bank sampah menjadi instrumen penting dalam pengelolaan sampah non-organik seperti botol plastik, logam, dan kemasan makanan. Sampah yang dikumpulkan warga dihitung dalam bentuk rupiah dan disimpan dalam buku tabungan. Warga bisa mencairkannya kapan saja. Sebagian hasil penjualan disalurkan kembali ke warga, dan sebagian lainnya menjadi dana kolektif untuk pembangunan fasilitas desa seperti jalan, tempat wisata, hingga mendukung kegiatan budaya.

Pengelolaan sampah non-organik seperti botol plastik, logam, dan kemasan makanan, Foto: Dok

Pengelolaan sampah non-organik seperti botol plastik, logam, dan kemasan makanan, Foto: Dok

Tak hanya menggerakkan ekonomi lokal, Rumah Pintar ini juga menjadi pusat informasi dan jaringan 45 homestay yang tersebar di Jorong Tabek. Kehadiran homestay membuat desa ini terbuka bagi wisatawan, pelajar, dan peneliti yang tertarik dengan konsep ekonomi sirkuler. Jorong Tabek kini tidak lagi hanya dikenal karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kemampuan warganya mengelola potensi dengan cara yang berkelanjutan.

Dampak dari sistem ini terasa nyata. Pendidikan anak-anak lebih terjamin, termasuk beasiswa yang telah diberikan kepada 20 pemuda berprestasi hingga ke Jepang. Kesehatan warga pun lebih terjamin karena adanya dana kolektif yang bersumber dari kegiatan ekonomi sirkuler. Yang lebih penting, warga merasa memiliki sistem yang mereka bangun sendiri, bukan sekadar program luar yang singgah lalu pergi.

Transformasi ini membuktikan bahwa pendekatan ekonomi sirkuler bukan milik kota besar atau kawasan industri semata. Di desa kecil seperti Jorong Tabek, dengan dukungan mitra seperti Astra, masyarakat bisa menciptakan ekosistem ekonomi yang tak hanya produktif, tapi juga berkeadilan sosial dan berwawasan lingkungan. Ini adalah ekonomi yang bertumbuh dari bawah, dengan nilai-nilai lokal yang dijaga dan dikembangkan.

Jorong Tabek hari ini adalah bukti nyata bahwa perubahan bisa dimulai dari rumah panggung sederhana, dari tetes nira yang diolah dengan tekun, hingga dari sampah yang diberi nilai baru. Dan di balik semua itu, ada semangat kolaborasi antara warga dan Astra yang menjadikan desa ini sebagai model pembangunan berkelanjutan berbasis masyarakat. Dari Solok untuk Indonesia.

Editor: Riki Susanto