Transparansi BUMN Perlu Ditingkatkan Untuk Indonesia Maju

Transparansi BUMN Perlu Ditingkatkan Untuk Indonesia Maju

Perbaikan Gardu PLN. Foto/Dok: Unsplash 

Dalam proses bisnis, etika dijadikan pedoman untuk memahami apa yang benar maupun salah dan apa yang dapat diterima maupun tidak oleh masyarakat yang berguna agar bisnis dapat berjalan tanpa merugikan para stakeholders. Termasuk penerapan etika terkait keterbukaan informasi dan transparansi dalam perusahaan BUMN yang sering menjadi pusat perhatian masyarakat. BUMN terkadang masih menimbulkan beberapa permasalahan dalam hal keterbukaan informasi dan transparansi. Dilansir dari katadata.co.id, kinerja dari BUMN dinilai masih kurang transparan dalam laporannya mengenai berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan, perpajakan, perombakan direksi, dan pembukuan perusahaan. 

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2003 pasal 1 Tentang BUMN, menyebutkan BUMN bertujuan memberikan keuntungan bagi perekonomian nasional dengan mengejar keuntungan dalam penyelenggaraan kemanfaatan umum seperti penyediaan barang dan jasa bermutu tinggi dan memadai guna pemenuhan keperluan hidup orang banyak dimana sektor swasta belum dapat melaksanakannya. Oleh karena itu, sudah seharusnya perusahaan BUMN lebih meningkatkan prinsip transparansi dimana hal ini menjadi kewajiban perusahaan agar memudahkan negara dan masyarakat dalam mengawasi kinerja dan pengelolaan perusahaan BUMN.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, transparansi didefinisikan sebagai keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Transparansi berarti keterbukaan pemerintah dalam pemberian informasi yang berkaitan dengan aktivitas pengelolaan sumber daya publik kepada pihak stakeholders yang membutuhkan informasi (Mardiasmo, 2010). 

Mengacu pada Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia Nomor PER-06/MBU/07/2020, tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Aparatur Sipil Negara Kementerian Badan Usaha Milik Negara didalamnya terdapat hal yang mengatur bahwa sudah sewajarnya aparatur sipil negara (ASN) menerapkan etika nilai dasar ASN yang mana bersifat transparan dan bertanggung jawab kepada publik atas pelayanan yang mereka lakukan. Selain itu, pada pedoman perilaku dan etika bisnis PT Perusahaan Listrik Negara dikatakan bahwa pengungkapan informasi secara lengkap, akurat dan tepat waktu akan diwujudkan oleh PT PLN dalam penerapan prinsip transparansi GCG.

Walaupun terdapat pedoman kode etik yang mengatur bahwa BUMN seharusnya bersifat transparan, sayangnya belum terdapat penjabaran tentang klasifikasi informasi yang dapat dan tidak dapat diberikan kepada konsumen sehingga terkadang masih terdapat beberapa masalah dengan stakeholders yang kurang terbuka karena alasan rahasia perusahaan. Transparency International Indonesia yang bertugas sebagai pengawas kebijakan pemerintah, dan mengukur korupsi di pemerintahan mengatakan bahwa BUMN masih tertutup dan sangat perlu melakukan transparansi. 

Danang Widoyoko dari ICW juga mengatakan bahwa ICW hanya bisa mengakses perusahaan BUMN yang menerbitkan obligasi dan sudah listing, dimana jumlahnya hanya 17 dari total seluruh BUMN yang ada (Widoyoko, 2021). 
    
Implementasi Keterbukaan Informasi dan Transparansi Perusahaan BUMN Hal yang dapat mendorong BUMN dalam menerapkan etika perusahaan dalam prinsip transparansi adalah memberikan pelayanan kepada konsumen serta melaksanakan keterbukaan informasi publik sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik sebagai upaya menekan tingkat tindakan korupsi di sejumlah BUMN. 

Salah satu contoh perusahaan BUMN adalah PT PLN (Persero) yang merupakan satu-satunya perusahaan BUMN yang menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum (web.pln.co.id) yang mana tugas utama PLN meliputi menyediakan listrik yang cukup, mendistribusikan listrik yang merata, dan menjual dengan harga listrik yang terjangkau. PLN diharuskan menerapkan Standar Etika Perusahaan atau Pedoman Perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan kredibilitas dan membangun corporate image PLN di mata stakeholdernya (Fitriadi, 2020). 

Pedoman perilaku dan etika bisnis PT PLN mencakup etika dengan para stakeholders, salah satunya adalah sikap korporasi terhadap hubungan pelanggan. Hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab PT PLN apabila terdapat keluhan pelanggan terkait layanan perusahaan dan kebutuhan akan informasi pelanggan demi mengutamakan kepuasan dan menjaga kepercayaan pelanggan serta menjalin komunikasi yang ramah, adil, jujur, dan tidak menyesatkan. Namun, hal ini bertolak belakang ketika seorang pelanggan secara tiba-tiba mendapat tagihan yang lebih besar dari tagihan biasanya. 

Padahal, pelanggan tersebut mengaku sudah menghemat pemakaian listrik. Setelah menghubungi pihak PLN dan menyampaikan keluhannya, petugas PLN memberikan pengakuan bahwa mereka melakukan kesalahan ketika input angka meteran kWh yang mengakibatkan tagihan PLN pelanggan menjadi bertambah dari biasanya. Sebagai bentuk tanggung jawab, petugas PLN melakukan permohonan maaf kepada pelanggan yang bersangkutan atas kelalaiannya dan telah diurus lebih lanjut mengenai kelebihan tarif listrik tersebut. Namun, yang menjadi permasalahan adalah human error yang dilakukan pihak PLN membuat pelanggan tersebut tetap menanggung biaya kelebihannya sendiri pada bulan berikutnya. 

Hal itu dirasa tidak adil oleh pihak pelanggan dan tentu saja PLN telah melanggar hak konsumen yang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 No. 8 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK). Sehingga, dari peristiwa tersebut dapat dikatakan bahwa PLN belum menjalankan etika yang sesuai dengan pedoman perilaku dan etika bisnis perusahaannya. Selain penyimpangan tersebut, PLN juga belum cukup menerapkan prinsip transparansi dalam urusan penjelasan secara teknis alasan kenaikan biaya listrik selama masa pandemi di tahun 2020. 

PLN sudah seharusnya transparan dalam hal penggunaan listrik pelanggannya seperti melaporkan rincian tagihan pengguna. Padahal, rincian tersebut dapat dikirim melalui email dan juga SMS sehingga pelanggan dapat mengerti alasan dari kenaikan biaya listrik. Dengan begitu, masyarakat pun bisa merasakan kepuasan terhadap pelayanan PLN yang dimana hal tersebut sejalan dengan pilar utama PLN. 

Eddy Soeparno selaku Wakil Ketua Komisi VII DPR RI juga mengatakan bahwa PLN harus secara hati-hati mengkaji kenaikan tarif listrik untuk kelompok non subsidi dan membahas terlebih dahulu rencana kenaikan tarif listrik dengan DPR RI agar sosialisasi dengan masyarakat dapat berlangsung secara baik dan tidak menimbulkan kegaduhan karena kenaikan yang tiba-tiba ini (Candraditya, V. J., 2021). 

Sama halnya dengan PT Telkom Indonesia yang merupakan penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi. Banyak konsumen merasa bahwa layanan Telkom tidak transparan dan malah terkesan mempermainkan konsumen. Berbagai keluhan dan aduan telah disampaikan pengguna. Namun, Telkom tetap bersikap acuh tak acuh dalam menangani permasalahan yang diajukan oleh pelanggan. Bermula ketika seorang pelanggan menyadari pemakaian internetnya sudah melebihi batas dan tidak sesuai dengan acuan yang diperoleh pada aplikasi Telkom itu sendiri. 

Sehingga pelanggan tersebut bertanya-tanya soal kebijakan batas pemakaian wajar atau FUP karena informasi yang didapatkan dari myindihome, call center 147, dan WhatsApp IndiHome tidak ada yang bisa dijadikan pedoman dan pelayanan IndiHome terkesan menipu konsumen. Dalam kasus ini, banyak pelanggan membutuhkan transparansi FUP dari Telkom dengan cara memberitahu tabel FUP paket yang dikeluarkan oleh Telkom. Hal ini tentu saja berdampak pada kinerja Telkom dalam menangani keluhan pelanggan. Alih-alih mendatangkan pengguna baru, Telkom justru membuat pelanggan enggan menetap dalam penggunaan jasa Telkom ini.

Walaupun PT PLN dan PT Telkom dirasa belum sepenuhnya menerapkan etika perusahaan dengan baik dalam hal keterbukaan informasi, PLN dan Telkom terus berupaya untuk menerapkan prinsip transparansi lainnya seperti memiliki website yang dapat diakses dengan mudah oleh semua pihak, penyampaian informasi kinerja organisasi, dan gambaran umum perusahaan seperti visi, misi, nilai, serta partisipasi perusahaan dalam kegiatan masyarakat. PLN dan Telkom juga menyampaikan laporan keuangan akhir tahun dan laporan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) yang penyusunannya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. 

Menyebarkan informasi publik kepada stakeholders dan masyarakat merupakan sebuah komitmen bagi BUMN untuk menjalankan kewajibannya dalam menerapkan nilai-nilai BUMN. Keterbukaan informasi yang diterapkan oleh perusahaan BUMN semakin membaik dari tahun-tahun sebelumnya. Dapat dilihat sekarang ini masyarakat bisa dengan mudah memperoleh informasi publik yang dibutuhkan sehingga tingkat partisipasi masyarakat semakin tinggi dalam pengelolaan negara.

Keterbukaan informasi mendorong stakeholders dan masyarakat untuk berperan aktif dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh badan publik. Transparansi yang dilakukan perusahaan BUMN seperti PT PLN dan Telkom dapat meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat sebagai konsumen mereka dengan memberikan saran dan masukan terhadap kebijakan dan pengambilan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan tersebut. Adanya transparansi informasi yang semakin terbuka dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagai konsumen. 

Pelayanan publik yang dilakukan oleh PT PLN dan Telkom dinilai masih perlu diperbaiki karena selama masa pandemi ini ditemukan banyak keluhan konsumen terhadap kurangnya transparansi yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut. Meskipun demikian, masyarakat bisa menilai dan memberikan saran terhadap kinerja BUMN melalui kanal media yang disediakan oleh PT PLN dan Telkom.

Penulis adalah Audreyana Nadhira, Sesilia Adriyanti, dan Valensio Juan Felix Mahasiswa Universitas Indonesia, Fakultas Ilmu Administrasi, Jurusan Ilmu Administrasi Niaga