Jangan Ya Dek Ya!

Helmi-Mian

Salah satu baliho Helmi-Mian yang terpasang di jalan poros Kota Bengkulu, Foto: Dok

Tagline “Gubernur Baru” berseleweran akhir-akhir ini bahkan sudah ramai sejak 3 bulan lalu. Pemerannya bernama Helmi Hasan dan Mian, 2 tokoh politik ‘kawakan’ di Provinsi Bengkulu. Helmi Hasan adalah Wali Kota Bengkulu 2 periode demikian juga Mian yang merupakan Bupati Bengkulu Utara 2 periode. Kini mereka berpasangan untuk Pilgub Bengkulu 2024 dengan tagline “Gubernur Baru”

Ungkapan “Gubernur Baru” beragam rupa, beragam bentuk, menyilaukan di dunia maya hingga meresahkan di dunia nyata (menyiksa pepohonan). Ungkapan itu berbumbu pula frasa religius “Insyallah” yang setara makna “Jika Allah Berkehendak” alias “Nggak ngotot-ngotot amat” mungkin ya, bebas saja ditafsir. Kadang frasa agama dalam politik sering samar, kadang pula jadi alat. Aturan Pemilu jelas melarang politisasi agama tapi pelakunya banyak. 

Helmi dan Mian sama-sama sudah 10 tahun ‘menikmati’ jadi kepala daerah. Tradisi Jawa menyebutnya 1 dasawarsa, kebanyakan pula diistilahkan 1 dekade. Bukan waktu sementara. Umpama mode, ini setara era rambut Sahrul Gunawan yang tren 90-an ke Andika Kangen Band eksis tahun 2000-an. Jikalau umpama itu kurang familiar, bayangkan saja Upin-Ipin yang kini semester 8.  
     
Helmi dan Mian bukanlah ‘barang baru’ dalam percaturan politik di Provinsi Bengkulu. Lantas apa yang mereka perbuat selama 10 tahun memimpin? Legacy Helmi Hasan sebagai Wali Kota Bengkulu adalah kata 1.000-an. Mulai 1.000 jalan mulus, 1.000 janda, 1.000 yatim, 300.000 pemuda hijrah hingga 1441 tumpeng pun ada. Bahkan yang kini hilang dari ingatan, Helmi pernah janji 50.000 lapangan kerja baru. Para pakar komunikasi banyak berteori “narasi dengan angka lebih meyakinkan ketimbang susunan kalimat”. Mungkin itu yang dimaksud Helmi Hasan.

Tagline "1.000 Jalan Mulus” lebih menyakinkan dibanding “Jalan Mulus”. Sama halnya 1.000 janda lebih parameterik ketimbang menyantuni janda. Demikian pula tagline yang masih hangat dalam arena Pilpres kemaren. Prabowo-Gibran mengusung “Makan Siang Gratis” bukan “Makan Gratis”. Kosa kata “Siang” dalam frasa gratisan itu adalah periodeisasi waktu (angka) untuk menyakinankan warga. Bedanya tagline Prabowo-Gibran belum teruji sedangkan Helmi sudah berlalu. 

Lantas apa ada yang pernah mengukur tagline “1.000 jalan mulus” ala Helmi? 1.000 kilo, 1.000 gang, 1.000 meter, 1.000 ruas atau mungkin 1.000 jengkal? Tanya ini yang pernah terungkap. Demikian pula Helmi Hasan, sejauh ini tidak pernah mengungkap 1.000 apa yang dimaksud? Mungkin ada yang tahu, monggo dijawab saja. Biar tidak ada dusta diantara kita. Boleh juga disenggol, kemana tuh 50.000 lapangan kerja baru. Ada yang bisa kasih jelas? Ini para sarjana muda mau dengar. 

Nah berbeda pula dengan Mian. Sejauh ini belum ada legacy yang melekat. Dengar-dengar, Kabupaten Bengkulu Utara kondisinya tidak lebih baik sejak 10 tahun terakhir. Laporan BPS Bengkulu Utara tahun 2022 menyebut, kondisi jalan yang dikelolah Mian sepanjang 595,731. Hampir setenganya dalam kondisi rusak; 196,497 km rusak berat dan 31,722 km rusak. Demikian pula tingkat pengangguran yang naik dari tahun sebelumnya menjadi 4,16 persen. Jangan pula ditanya soal perkembangan demokrasi lokal. Fenomena kolom kosong di Bengkulu Utara sudah menggurita bahkan untuk pilkada 2024. Kata para suhu, fenomena kolom kosong adalah kemunduran dalam demokrasi.

Helmi dan Mian memang punya ‘hasrat baru’ untuk menjadi gubernur dan wakil gubernur tapi mereka bukan ‘barang baru’ dalam arena kepemimpinan daerah. Biasa saja, kadang syahwat politik demikian adanya. Awalnya pura-pura tidak mau, terus mau, sudah sekali mau dua kali, sudah dua kali mau lebih tinggi. Itu hal yang lumrah dan boleh saja tapi yang tidak boleh “kita” (anda-anda sekalian) jangan terlena dengan frasa-frasa baru. Ingat dongeng akhir hayat para penyintas hidung belang “istri muda memang mengairahkan namun istri tua tempat penyesalan bermuara.” Jangan ya dek ya!

Redaksi