Aksi Koalisi Langit Biru, Mengawal Harapan Baru Demi Keselamatan Lingkungan

PLTU Bengkulu

Aksi Koalisi Langit Biru di depan PTUN Bengkulu, Rabu, 21 Agustus 2019, Poto/Dok

Interaktif News – Sidang lanjutan dengan agenda jawaban atas sanggahan Gubernur dan lembaga OSS (para tergugat) diiringi aksi simpatik oleh Koalisi Langit Biru di depan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bengkulu di Jalan RE. Martadinata, Kota Bengkulu, Rabu, (21/08/20-19)

Menurut Saman Lating, S.H selaku Koordinator Tim Advokasi Langit Biru (TALB) yang beranggotakan para pengacara muda mengatakan, Putusan sela yang dimenangkan oleh penggugat izin lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) memunculkan harapan baru dalam perjuangan menyelamatkan lingkungan.

Dikatakan Lating, pernyataan pengacara tergugat yang melontarkan sanggahan bahwa gugatan salah alamat, tidak tepat sasaran dan melewati batas waktu sangatlah tidak tepat. Lating menyayangkan pernyataan pengacara tergugat yang menuding para penggugat Jalaluddin, Harianto serta Abdul Rasis selaku perwakilan masyarakat yang disebut tidak memenuhi kriteria sebagai penggugat.

Pernyataan yang dituangkan dalam sanggah itu menurut Lating, bukti bahwa para tergugat gagal dalam memahami substansi persoalan gugatan, yang digugat adalah izin lingkungan yang diberikan oleh para tergugat kepada TLB selaku pemilik dan pelaksana PLTU Batubara di Teluk Sepang bukan bukan soal ganti rugi.

“Warga penggugat tidak pernah meminta ganti rugi akan tetapi meminta kepada Gubernur Bengkulu dan Lembaga OSS untuk mencabut dan membatalkan izin lingkungan yang telah diberikan kepada PT TLB,” kata Lating.

Hal ini dipertegas oleh Olan Sahayu selaku Juru Kampanye Energi Kanopi Bengkulu yang menyatakan, hasil laporan dugaan penyimpangan dokumen ANDAL PLTU Batubara Teluk Sepang telah berakibat pada penggusuran tanam tumbuh petani, menghancurkan hutan mangrove, dan jalan semakin rusak akibat pengangkutan material PLTU. 

Selanjutnya Olan menyatakan bahwa dokumen ANDAL PLTU Batubara tersebut tidak disusun secara lengkap dan sempurna. "Itu baru pada fase konstruksi, belum lagi dampak yang akan ditimbulkan jika PLTU ini nanti gagal dihentikan," katanya. 

Jalaludin, tokoh masyarakat Teluk Sepang yang juga seorang petani mengatakan, berdasarkan pengamatan terhadap PLTU batu bara Keban Agung yang telah beroperasi sejak tahun 2012 telah memberikan dampak lingkungan, kesehatan serta menurunkan tingkat produktivitas pertanian warga Muara Maung, Kabupaten Lahat. 

Jalaludin yang telah mendatangi warga terdampak PLTU Keban Agung menceritakan nasib petani padi dengan luasan lahan 0,5 ha sebelum adanya PLTU mampu menghasilkan 24 karung gabah, namun sejak PLTU Keban Agung beroperasi jumlah produksi padinya semakin turun, hasil panen terakhir hanya mendapatkan 8 karung gabah. 

Sementara itu, Koordinator lapangan, Rayendra dari Departemen Politik dan Kajian Strategis KBM-BEM Universitas Bengkulu mengatakan PLTU batu bara bukanlah solusi energi yang dibutuhkan warga Bengkulu dan bangsa ini. 

"Banyak sumber listrik lain yang bisa diproduksi tanpa mengancam masa depan generasi bangsa," katanya.

Aksi para mahasiswa dan masyarakat yang bergabung dalam Koalisi Langit Biru diisi teatrikal dengan sebuah ondel-ondel setinggi tiga meter yang diibaratkan sebagai cerobong PLTU batu bara Teluk Sepang.

Aksi juga diisi dengan pembacaan puisi, pembentangan spanduk dan poster dengan sejumlah pernyataan seperti "PLTU batu bara mencemari tanah kami," "PLTU batu bara meracuni udara kami" dan lainnya.

Aksi ini ditujukan untuk mengawal harapan baru atas kemenangan awal yang sudah diraih warga yang dituangkan dalam putusan sela. Koalis Langit Biru menyakini hakim akan memberikan putusan yang terbaik untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat Bengkulu. (***)

Editor: Riki Susanto