Antara Kebebasan Berekspresi atau Pelanggaran HAM

Emanuel Macron

Oleh: Intan Putri Atma, mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Aksi boikot produk prancis di sejumlah Negara berawal dari pembunuhan Samuel Paty, seorang guru di Prancis oleh remaja asal Chechnya yang tinggal di kota Evreux, Normandia pada 20 oktober 2020. Pembunuhan tragis ini terjadi setelah Samuel Paty selaku guru sejarah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad SAW kepada murid-muridnya dalam kelas kebebasan berekspresi atau kebebasan berbicara.

Samuel paty memperlihatkan kertun Nabi Muhammad SAW yang sebelumnya telah diterbitkan oleh majalah satir Charlie Hebdo pada tahun 2015. Adanya kartun Nabi Muhammad SAW ini tentu menyinggung umat muslim di berbagai Negara .Tindakan pembuatan kartun Nabi Muhammad SAW serta mempertontonkan hal tersebuut  tergolong sebagai salah satu bentuk penistaan agama bagi umat muslim di berbagai Negara. 

Tidak hanya penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW dan mempertontonkannya, Presiden prancis Emmanuel Macron justru memberikan tanggapan yang semakin memancing amarah umat muslim dunia. Macron memuji aksi Samuel Paty dan menilai kartun Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu bentuk kebebasan berekspresi. Emmanuel Marcon kemudian dianggap menyebarkan Islamophobia yang merujuk pada prasangka, diskriminasi, ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan Muslim. Hal ini tentu sangat berbahaya yang akan mengakibatkan perpecahan umat beragama di dunia.

“We will not give in, ever. We respect all differences in a spirit of peace. We do not accept hate speech and defend reasonable debate. We will always be on the side of human dignity and universal values.”

Dalam kutipan Twitter yang dibuat oleh Emmanuel Macron, dirinya menegaskan tidak akan menyerah dan  tetap memperjuangkan nilai kebebasan berpendapat karena baginya Perancis adalah negara yang menjunjung sekularisme. Perancis mendudukan sekularisme negara atau laicite pada posisi sentral dalam identitas nasional dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari moto pasca-revolusi "liberty, equality, fraternity".

Pada 1905 dikeluarkan undang-undang yang melindungi sekularisme yang ditujukan untuk melindungi kebebasan warga untuk menjalankan agama namun, disaat bersamaan mencegah masuknya agama di institusi-institusi negara. Undang-undang tersebut menopang undang-undang lain yang melindungi hak untuk menistakan agama, yang dikeluarkan pada 1881. Hal ini yang membuat majalah Satire Charlie Hebdo bisa menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW tanpa harus mempertimbangkan akibat dari penerbitan kartun Nabi Muhammad SAW yang tentunya akan menimbulkan konflik. 

Negara-negara yang memilki mayoritas penduduk muslim kemudian melakukan perlawanan terhadap tindakan penistaan agama islam yang terjadi di Prancis yang juga didukung oleh pemerintahannya. Aksi boikot produk Prancis diawali oleh pemerintahan Turki yang saat ini dipimpin oleh Recep Tayyip Erdoğan. Seruan aksi ini di ikuti oleh Negara mayoritas muslim lainnya seperti Uni Emirates Arab, Iran, Qatar hingga Indonesia. 

Di Indonesia sendiri juga mengecam keras perbuatan pemerintah Prancis ,hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Jokowi yang juga menegaskan tindakan tersebut sangat menyinggung umat islam karena menggambarkan Nabi Muhammad SAW merupakan larangan keras dalam islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak pemboikotan terhadap produk Prancis seiring Presiden Emmanuel Macron yang masih bersikeras tidak meminta maaf kepada umat Islam atas pelecehannya terhadap Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam (SAW).

Aksi boikot produk Prancis ditengah pandemi wabah COVID-19 yang sedang terjadi tentu menjadi pukulan keras pada sendi perekonomian dunia terutama Prancis. Banyak produk asal Prancis yang ditarik dari pasar bahkan ada beberapa tempat yang secara terang-terangan memusnahkan beberapa produk asal Prancis sebagai bentuk protes kepada pemerintahan Prancis.

Pengadilan HAM Eropa menegaskan bahwa penistaan Agama atau Tokoh Agama bukanlah bentuk kebebasan berbicara atau berekspresi melainkan itu justru bentuk pelanggaran HAM. Pada 2009 Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa Bangsa meloloskan resolusi tak mengikat yang diusung Pakistan mewakili 56 negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang ditetapkan pada akhir Maret di Jenewa, Swiss. Sebanyak 23 negara anggota Dewan HAM mendukung ditetapkannya resolusi penistaan agama sebagai pelanggaran HAM.

Kebebasan berkspresi yang dimaksud Macron jelas bertentangan dengan resolusi Dewan HAM PBB yang secara tegas mendorong penistaan agama sebagai bagian dari pelanggaran HAM. Arogansi Macron juga akan memperluas Islamophobia yang sedang berkembang di Prancis. Emmanuel Macron seharusnya menyampaikan permintaan maaf kepada umat muslim dunia agar tidak mengganggu toleransi antar umat beragama sehingga komunitas dunia kembali berdampingan dengan damai tanpa saling menyudutkan.