Interaktif News – Ancaman gempa megathrust di sepanjang pantai barat Sumatra kembali menjadi perhatian serius pasca bencana hidrometeorologi yang melanda Aceh, Sumbar, dan Sumut. Bengkulu, yang berada tepat di zona subduksi pertemuan lempeng Indo-Australia dan Eurasia, termasuk wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap gempa besar yang berpotensi memicu tsunami. Sejumlah kajian kebencanaan mengatakan, megathrust bukan soal jika, melainkan kapan.

Peta kerawanan bencana yang disusun lembaga kebencanaan menunjukkan sebagian besar kawasan pesisir Bengkulu masuk zona merah. Dalam skenario terburuk, gempa bermagnitudo besar dapat memicu gelombang tsunami yang diperkirakan tiba dalam hitungan menit setelah gempa utama. Kondisi ini menuntut kesiapsiagaan maksimal, baik dari pemerintah daerah maupun masyarakat.

Pemerintah Provinsi Bengkulu melalui BPBD mengklaim telah menyiapkan berbagai langkah mitigasi, mulai dari pemasangan sistem peringatan dini tsunami, penetapan jalur dan titik evakuasi, hingga sosialisasi kebencanaan. Namun, efektivitas langkah-langkah tersebut pada akhirnya akan sangat bergantung pada sejumlah faktor, antara lain tingkat pemahaman masyarakat, keterjangkauan informasi peringatan dini, kesiapan infrastruktur pendukung, serta koordinasi lintas instansi saat situasi darurat terjadi.

Di lapangan, sejumlah jalur evakuasi tsunami masih ditemukan dalam kondisi kurang memadai. Rambu penunjuk arah belum merata, sebagian titik evakuasi minim penerangan, bahkan ada yang terhalang bangunan permanen. Sebagai contoh, di beberapa kawasan pesisir, jalur evakuasi menuju titik aman harus melewati ruas jalan sempit yang padat permukiman, sehingga berpotensi menghambat pergerakan warga saat evakuasi massal.  Salah satunya di Jalan Pariwisata, Pantai Panjang Kota Bengkulu. Padahal, dalam kondisi panik pasca gempa, kejelasan jalur evakuasi menjadi penentu keselamatan warga.

Sistem peringatan dini tsunami juga tak luput dari sorotan. Keberadaan sirene dan alat pendukung mitigasi dinilai belum sepenuhnya menjamin respons cepat masyarakat. Minimnya simulasi rutin dan keterbatasan pemahaman warga tentang prosedur evakuasi berpotensi mengurangi efektivitas peringatan dini saat bencana benar-benar terjadi.

Di sisi lain, unsur TNI turut menunjukkan kesiapsiagaan menghadapi ancaman megathrust. Korem 041/Gamas Bengkulu baru-baru ini menggelar simulasi penanganan gempa megathrust dan tsunami sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana. Simulasi tersebut melibatkan berbagai satuan serta unsur pemerintah daerah dan relawan.

Komandan Korem 041/Gamas Bengkulu Brigjen TNI Jatmiko Aryanto menegaskan, simulasi ini bertujuan menguji kesiapan personel dan memperkuat koordinasi lintas sektor. “Ancaman megathrust harus disikapi dengan kesiapan nyata, bukan hanya wacana. Melalui simulasi ini, kami ingin memastikan seluruh unsur memahami peran masing-masing saat terjadi bencana, sehingga respons bisa cepat dan terkoordinasi,” tegasnya, Kamis, 11 Desember 2025.

Selain infrastruktur, kesiapan sumber daya manusia menjadi faktor krusial. Edukasi kebencanaan di tingkat masyarakat, sekolah, hingga aparatur pemerintahan masih perlu diperkuat. Tanpa pemahaman yang baik, mitigasi berisiko tidak efektif saat darurat.

Ancaman megathrust menjadi ujian nyata bagi kesiapan Bengkulu menghadapi bencana besar. Di tengah keterbatasan waktu evakuasi dan potensi dampak yang masif, konsistensi pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan dalam memperbaiki sistem mitigasi serta meningkatkan kesadaran publik menjadi kunci.Oleh karena itu, seluruh pihak diimbau untuk terus memperkuat kesiapsiagaan dan mematuhi prosedur mitigasi guna meminimalkan risiko ketika potensi megathrust terjadi.

Reporter: Irfan Arief