Interaktif News – Pengadilan Agama Kelas IA Kota Bengkulu resmi menetapkan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap DE setelah sebelumnya dinyatakan bersalah dalam perkara pidana persetubuhan terhadap anak. Penetapan tersebut merujuk pada Putusan Pengadilan Negeri Bengkulu yang menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan penjara kepada DE.

Dalam amar putusan pidana yang menjadi dasar gugatan, disebutkan bahwa Terdakwa DE terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan, dengannya kemudian menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun dengan denda Rp1 miliar subsidair 3 bulan penjara.

Berbekal putusan itu, ibu korban (enggan disebutkan namanya) mengajukan permohonan pencabutan kekuasaan orang tua kepada Kejaksaan Negeri Bengkulu untuk mendapatkan pendampingan hukum. Kejari Bengkulu kemudian menugaskan Jaksa Pengacara Negara (JPN) untuk mewakili pemohon dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama Kelas IA Bengkulu.

Dalam persidangan, JPN menghadirkan bukti berupa dokumen serta keterangan saksi yang disampaikan di bawah sumpah. Para saksi menerangkan bahwa ibu korban sebagai penggugat memiliki kemampuan dan kecakapan untuk menjadi wali, sedangkan tergugat tidak cakap memenuhi kewajiban sebagai orang tua. Pertimbangan tersebut diperkuat oleh putusan pidana terhadap tergugat yang telah berkekuatan hukum tetap.

Setelah menilai alat bukti yang diajukan, Majelis Hakim Pengadilan Agama Kelas IA Kota Bengkulu memutuskan dengan verstek menerima dan mengabulkan gugatan pencabutan kekuasaan orang tua tersebut.

Selain mencabut kekuasaan orang tua DE terhadap anak hingga anak mencapai usia dewasa, majelis hakim juga menetapkan bahwa tergugat tetap berkewajiban memberikan nafkah dan biaya pemeliharaan sampai anak mandiri.

Majelis Hakim menegaskan bahwa penetapan pencabutan wali merupakan langkah terbaik demi kepentingan anak yang masih bersekolah dan membutuhkan stabilitas psikologis. Putusan ini sejalan dengan amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

“Dengan penetapan tersebut, hak perwalian diberikan kepada ibu kandung agar anak dapat tumbuh dalam lingkungan sosial dan pendidikan yang lebih kondusif,” kata Majelis Hakim.

Reporter: Irfan Arief